Halaman

Selasa, 12 Juni 2012



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dengan rendahnya kualitas mata pelajaran matematika dengan nilai minimal 30 sehingga nilai tersebut kurang memuaskan dan guru merasa kurang berhasil dalam memberikan materi pelajaran. Sehingga guru memberikan remedial bagi siswa yang kurang berhasil.
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas menyusun program pembelajaran, memberi informasi yang benar, memberi fasilitas yang baik, membimbing siswa dalam memperoleh informasi yang benar dan penilaian perolehan informasi sehingga metode yang cocok adalah metode ekspositori.
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna. Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru.
Inovasi metode ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dalam mempelajari matematika. Hambatan terbesar yang dialami adalah tidak adanya alat peraga sehingga siswa merasa kesulitan. Solusinya adalah guru harus membuat alat peraga sehingga siswa merasa lebih tertarik. Simpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah bahwa inovasi metode ekspositori untuk meningkatkan kefasihan siswa dalam pengucapan pelafalan bahasa China.
Beberapa hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan metode ekspositori merupakaan cara mengajar yang paling efektif dan efisien.  Pentatito Gunawibowo (1998:6.7) dalam pembelajaran menggunakan
Menurut ahli teori belajar-mengajar, David P. Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna1. Ausubel membedakan belajar menjadi :
a.       Belajar dengan menerima (reception learning)
Materi yang disajikan kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan.
b.      Belajar melalui penemuan (discovery learning)
Dapat dilakukan sendiri atau dapat pula dengan bimbingan.
Menurut Ausebel (Russefendi, 1988:290) bahwa “metode ekspositori yang baik adalah cara mengajar yang efektif dan efesien dalam menanamkan konsep belajar bermakna”. Jadi bila metode ekspositori dipergunakan sebagaimana mestinya, dan sesuai dengan situasi dan kondisinya maka akan menjadi metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa bila metode ini dipergunakan untuk semua topik matematika untuk semua kelas dan kondisi dan situasi apapun, akan menjadi metode terbaik. Karakteristik yang membedakan metode ekspositori dengan metode yang lain adalah bahwa pada metode ekspositori guru lebih dominan, yaitu guru mengontrol alur pengajaran dalam memberikan informasi/materi1.
__________________
                1 Adi Wijaya. Model-model Pembelajaran. Yogyakarta: PPPPTK MatematikaAkhmad Sudrajat. 2008. hlm. 180


Dari uraian diatas maka judul dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur”.

B.     Identifikasi Masalah
Dalam proses KBM di temukan siswa yang berperilaku belajar, seperti tidak mengarjakan tugas yang di berikan oleh gurunya, rendahnya semangat belajar, takut mengemukakan pendapat pertanyaan, ide maupun saran dan sebagainya. Dengan adanya masalah tersebut sehingga guru menggunakan metode ekspositori.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dapat di rumuskan sebagai berikut :
1.      Apakah melalui metode ekspositori siswa dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi ?
2.      Bagaimana menggunakan metode ekspositori agar dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi ?

D.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat di jabarkan menjadi tujuan penelitian:
1.      Guru dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran matematika.
2.      Seluruh siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas, karena metode ini siswa yang lebih berperan aktif.
3.      Guru dapat merubah cara mengajar agar siswa mau untuk mengikuti proses KBM tersebut.

E.     Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian tindakan ini, antara lain :
1.      Bagi guru
Perubahan KBM pembelajaran matematika meningkat.

2.      Bagi kepala sekolah
Sebagai bahan acuan untuk memperbaiki pembelajaran yang ada di sekolah tersebut, sehingga dapat di jadikan contoh dalam penerapan metode pembelajaran di kelas.

3.      Bagi siswa
Terutama siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan penggunaan metode ekspositori.









BAB II
LANDASAN TEORI

1.      Teori Belajar Matematika
Menurut William Brownell teori belajar didasarkan atas keyakinan bahwa anak-anak memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara monoton untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-benda tentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali di perkenalkan dengan konsep membilang, mereka akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda kongkrit yang mereka kenal ; seperti mangga, kelereng, bola atau sedotan. Dengan kata lain, teori belajar William brownel ini mendukung penggunaan benda-benda kongret untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari. Teori belajar William Brownell ini dengan nama meaning theory2.
            Menurut  Zalton P. Dienes meyakini bahwa dengan menggunakan berbagai sajian (representasi) tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut jika di bandingkan dengan hanya menggunakan satu macam sajian saja.
___________________
2Trianto, M.Pd. Paduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. 2011. hlm. 152
Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep persegi, maka guru di sarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran sisi berlainan. Contoh lain, pada saat guru akan mengenalkan konsep bilangan tiga kepada siswa, guru di sarankan menggunakan tiga mangga, tiga kelereng, tiga bola, tiga pensil, dan tiga benda kongkret lain.
Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh adalah Jean Peaget. Dia adalah ahli psikologi bangsa Swiss yang meyakini bahwa perkembangan mental setiap pribadi melewati empat tahap yaitu:
1.      Tahap sensorimotorik (0-2 tahun) pada tahap ini anak-anak mengembangkan konsep pada dasarnya melalui interaksi dengan dunia fiksi.
2.      Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai untuk menyatakan ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada persepsi. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan simbol, dia belajar untuk membedakan antara kata atau istilah dengan objek yang diwakili oleh kata atau istilah tersebut.
3.      Tahap operasi kongkret (7-12 tahun)selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan  benda-benda kongkret untuk menyelidiki  hubungan dan model-model ide abstrak bahasa merupakan alat yang sangt penting untuk menyatakan dan mengingat konsep-konsep. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis, berpikir logis ini terjadi sebagai akibat adanya kegiatan anak memanipulasikan benda-benda kongkret.
4.      Tahap operasi formal (12 dewasa) anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak, dia dapat menyusun hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi dunia real dan tidak terlalu bergantung pada benda-benda kongkret.
Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental. Akomodasi adalah perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman baru, mereka secara aktif mencoba. Sebagai contoh dalam operasi penjumlahan, anak memahami 5 + 3 = 8 dengan memanipulasi benda-benda kongkret yang telah dia kenal.
Teori belajar Richard Skemp adalah seorang ahli matematika dan psikologi yang berasal dari Inggris menurut Richard skamp, belajar terpisah menjadi dua tahap:
Tahap pertama, dengan memanipulasi benda-benda akan memberikan basis bagi siswa untuk belajar lebih lanjut dan menghayati ide-ide. Richard Skemp mendukung interaksi siswa dengan objek-objek fisik selama tahap-tahap awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini akan membentuk dasar bagi belajar berikutnya yaitu pada tingkat yang abstrak atau disebut tahap kedua. Misalkan kita akan mengenalkan salah satu sifat perkalian, yaitu 2 x 3 = 3x, contoh : kita dapat menggunakan benda-benda kongkret berupa potongan-potongan karton berbentuk persegi sebagai berikut :
Disini terdapat dua baris pada tiap-tiap baris terdapat 3 karton persegi. Dalam matematika model seperti ini dapat dinyatakan sebagai 2 x 3. karena banyaknya karton seluruhnya ada 6 maka 2 x 4 = 6
Teori Belajar Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif, seperti halnya Jean Piaget, Bruner lebih peduli terhadap proses belajar dari pada hasil belajar. Oleh sebab itu, menurut Jerome S. Bruner metode belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran di bandingkan dengan pemerolehan suatu kemampuan khusus. Metode yang sangat didukung oleh Jerome S. Bruner, penemuan melibatkan kegiatan mengorganisasikan kembali materi pelajaran yang telah dikuasai oleh seorang siswa. Kegiatan ini berguna bagi siswa tersebut untuk menemukan suatu pola atau ‘keteraturan’ yang bersifat umum terhadap situasi atau masalah baru yang sedang dihadapinya. Jerome S. Bruner yakin bahwa dalam mempelajari matematika seorang anak perlu secara langsung bahan-bahan manipulatif. Bahan-bahan manipulatif merupakan benda kongkret yang dirancang khusus dan dapat diotak atik siswa dalam berusaha untuk memahami suatu konsep matematika3.
Teori belajar Robert M. Gagne berbeda dengan Jean Piaget dan Jerome S. Bruner Robert M. Gagne lebih peduli terhadap hasil belajar ketimbang proses belajar, bagi Robert M. Gagne, tujuan pembelajaran adalah perolehan kemampuan-kemampuan telah dideskripsikan secara khusus dan dinyatakan dalam istilah-istilah tingkah laku menurut Robert M. Gagne, kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas dalam kondisi yang telah ditentukan. Sebagai contoh, kemampuan menjumlahkan bilangan bulat dan kemampuan membagi bilangan asli.
____
3Ibid., hlm. 77

2.      Metode Ekspositori
David B. Ausubel adalah salah satu pakar dalam pendidikan dan psikologi yang berpendapat bahwa metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris merupakan metode yang sangat efektif untuk mentransfer hasil penemuan di masa lalu kepada generasi berikutnya. Metode-metode ini semuanya masih bisa memberikan hasil pembelajaran yang baik atau buruk tergantung dari pelaksanaannya di kelas. Berkaitan dengan hasil pembelajaran Ausubel membedakan antara belajar yang bermakna dengan yang tak bermakna. Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris yang digunakan dalam proses pembelajaran akan sangat efektif dalam menghasilkan kegiatan belajar yang bermakna (meaningful learning) apabila dipenuhi dua syarat berikut:
1)      Siswa memiliki meaningful learning set, yaitu sikap mental yang mendukung terjadinya kegiatan belajar yang bermakna. Contoh: siswa betul-betul mempunyai keinginan yang kuat untuk memahami hal-hal yang akan dipelajari, dan berusaha untuk mengaitkan hal-hal baru yang dipelajari dengan hal-hal lama yang telah ia ketahui, yang kiranya relevan.
2)      Materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan siswa adalah materi atau tugas yang bermakna bagi siswa; artinya, materi atau tugas tersebut terkait dengan struktur kognitif yang pada saat itu telah dimiliki siswa, sehingga dengan demikian siswa bisa mengasimilisasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang dipelajri itu kedalam struktur kognitif yang ia miliki. Dan dengan demikian, struktur kognitif siswa mengalami perkembangan.
Ausubel mengemukan dua prinsip penting dalam metode ekspositoris yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi pembelajaran bagi siswa, yaitu:
1)      Prinsip diferensiasi progresif, yang menyatakan bahwa dalam penyajian materi pembelajaran bagi siswa, materi, Informasi atau gagasan yang bersifat paling umum disajikan lebih dahulu dan baru sesudah itu disajikan materi, informasi atau gagasan yang lebih detail (terdiferensiasi). Prinsip ini didasarkan pada pandangan Ausubel bahwa cara belajar yang efektif adalah cara belajar yang mengupayakan adanya pemahaman terhadap struktur dari materi yang dipelajari.
2)      Prinsip rekonsiliasi integrative, yang menyatakan bahwa materi atau informasi yang baru dipelajari perlu direkonsiliasikan dan diintegrasikan dengan materi yang sudah lebih dulu dipelajari, sehingga setiap materi yang baru terkait dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Ausebel setiap bidang ilmu memiliki srtruktur tersendiri yang jelas. Agar siswa bisa mempelajari materi pembelajaran suatu bidang ilmu secara efektif, siswa harus memahami struktur dari bidang ilmu tersebut.
Ciri-ciri metode ekspositoris :
? Guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir.
? Mempersiapkan pertanyaan.
? Mempertimbangkan dimana pertanyaan harus digunakan.
? Tahapan mengajar dengan peta konsep.
? Guru memberikan informasi melalui ceramah, demostrasi, atau tanya jawab.
? Siswa mencatat, menjawab pertanyaan atau tugas.
? Konsep sukar melalui proses induktif.
Pada umumnya guru lebih suka menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan metode tanya jawab. Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas. Popham & Baker (1992 : 79)
menjelaskan bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian ceramah yang bersifat formal dan biasanya berlangsung selama 45 menit maupun yang informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Ceramah tidak dapat dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaannya. Lebih lanjut Hasibuan dan Moedjiono (2000:13) mengemukakan bahwa agar metode ekspositoris efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai berikut:
a)      merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas,
b)      mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa,
c)      menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait (advance organizer),
d)     menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang konkret dan memberikan umpan balik (feed back), memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi,
e)      merencanakan evaluasi secara terprogram.
Dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah harus peka terhadap respon siswa. Skiner dalam Driscoll (1994 : 30) menjelaskan bahwa diskripsi hubungan antara stimulan dan respon tidaklah sesederhana yang diperkirakan, melainkan stimulan yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini artinya mempengaruhi respon yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi yang akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Untuk menciptakan terjadinya interaksi, menarik perhatian siswa dan melatih keterampilan siswa, metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan metode tanya jawab dan pemberian tugas. Resitasi atau tugas dapat pula dikerjakan di luar rumah ataupun di dalam laboratorium.
Menurut Sujadi (1983 : 3), di dalam pembelajaran matematika penggunaan metode ceramah bermakna dan tanya jawab tersebut masih ditambah dengan pemberian contoh-contoh berupa gambar-gambar, model bangunan, dan contoh rumus-rumus beserta penggunaannya. Guru menjelaskan materi dengan bantuan gambar atau model, untuk mempermudah penanaman konsep bangun datar dan ruang.
Somantri (2001 : 45) membedakan metode ekspositori dan metode ceramah. Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian yang diperlukan, seperti di awal pembelajaran, menjelaskan konsep-konsep dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan sebagainya. Metode ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan informasi dengan lisan atau tulisan.
Menurut Herman Hudoyo(1998 : 133) metode ekspositori dapat meliputi gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode penemuan dan metode peragaan. Pentatito Gunawibowo (1998 : 6.7) dalam pembelajaran menggunakan metode ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada guru. Dibanding metode ceramah, dalam metode ini dominasi guru sudah banyak berkurang. Tetapi jika dibanding dengan metode demonstrasi, metode ini masih nampak lebih banyak4.
Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan materi, memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal latihan, mungkin dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan soal latihan bersama dengan temannya, dan seorang siswa diminta mengerjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti penjelasan secara klasikal.
Pendapat David P. Ausebul dalam Pentatito Gunowibowo (1998:6.7) menyebutkan bahwa metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (1999:172) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa4. Peranan guru yang penting yaitu :
1)      menyusun program pembelajaran,
2)      memberi informasi yang benar,
3)      pemberi fasilitas yang baik,
4)      pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar, dan
5)      penilai perolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa yaitu:
1)      pencari informasi yang benar,
2)      pemakai media dan sumber yang benar,
3)      menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.
Dari beberapa pendapat di atas, bahwa metode ekspositoris yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengombinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan guru berupa soal-soal (pekerjaan rumah) yang dikerjakan secara individual atau kelompok. Adapun hasil belajar yang dievaluasi adalah luas dan jumlah pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah tes yang telah dibakukan atau tes buatan guru4.




3.      Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti serangkaian kegiatan instruksional tertentu. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa erat kaitannya dengan rumusan instruksional yang direncanakan oleh guru sebelumnya. Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar yang terjadi karena proses kematangan dan hasil belajar bersifat relatif menetap, misalnya dati tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Mudjiono (2000), bahwa hasil dan bukti belajar adalah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar5.
Menurut Howard Kingsley (Sudjana, 1989), ada tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing dapat golongan, dapat diisi dengan bahan yang diterapkan dalam kurikulum sekolah. Benyamin Bloom  berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita capai terdiri dari tiga bidang, yaitu bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotorik. Setiap kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya, demikian pula dengan pembelajaran untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui sesuatu seperti apa adanya, sedangkan penilaian adalah usaha yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan belajar dalam penguasaan kompetensi (Haling, 2002).
_____________________
4Herman Hudojo. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud. 1998. hlm. 20
5Nana Sudjana. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdikarya. 2005. hlm.22
Dengan demikian pengukuran hasil belajar adalah suatu usaha untuk mengetahui kondisi status kompetensi dengan menggunakan alat ukur sesuai dengan apa yang diukur, sedangkan penilaian adalah usaha untuk membandingkan hasil pengukuran dengan patokan yang ditetapkan.
Pencapaian hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tidaklah mengherankan apabila hasil belajar dari sekelompok siswa bervariasi. Setiap siswa dalam sistem pengajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya, misalnya minat, motivasi, serta kemampuan kognitif yang dimilikinya. Faktor-faktor lain yang sengaja dirancang dan dimanipulasi misalnya bahan pelajaran. Guru memberikan pelajaran merupakan suatu faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar siswa6.
Beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, kelas terlihat perbedaan kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yakni hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan, baik secara individu maupun secara kelompok dalam kegiatan tertentu6.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Menurut Slameto (2003:54-72)

________________________________
6Nurkancana, Wayan & Sunartana. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional. 1992. hlm. 33





4.      Penelitian Yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah menelusuri beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan ini. Oleh karena itu peneliti memilih masalah tentang Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.

5.      Kerangka Berfikir
Proses belajar mengajar (PBM) dipandang berkualitas jika berlangsung efektif, bermakna dan ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil jika siswa menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar yang harus dikuasai dengan sasaran dan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru sebagai pendidik bertanggung jawab merencanakan dan mengelola kegiatan-kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada setiap mata pelajaran.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisiensi, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu strategi yang harus dimiliki oleh guru adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode mengajar.
Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru untuk menyajikan pelajaran kepada siswa di dalam kelas yang diharapkan dapat memotivasi siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah dan bersikap.
Berbagai macam-macam teknik mengajar, ada yang menekankan peranan guru yang utama dalam pelaksanaan penyajian, ada pula yang menekankan pada media hasil teknologi, ada pula teknik penyajian yang hanya digunakan untuk sejumlah siswa yang terbatas dan yang tidak terbatas, teknik penyajian di dalam dan di luar kelas, dan lain sebagainya. Setiap teknik tersebut memiliki ciri khas dan tujuan tersendiri, sehingga dalam memilih teknik pengajaran harus tetap bertolak pada tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran serta kesesuaian materi dengan metode yang diterapkan.
Dengan metode ekspositori, diharapkan siswa dapat lebih meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran matematika dan dapat memberikan solusi dalam memahami materi, serta memberikan keaktifan, perhatian, belajar memecahkan masalah yang dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar. Dengan demikian diharapkan agar siswa dapat meningkatkan prestasinya.

6.      Hipotesis Tindakkan
Berdasarkan kerangka teoritis, maka hipotesa tindakan dalam penelitian ini yaitu setelah menggunakan metode ekspositori dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa kelas IV B SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.









BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A.    Setting Penelitian
a)      Objek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan. Dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi”. Bertempatkan di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi, Jl. Cipinang Jaya GG ujung Rt 004/Rw 008 no. 15 Jatinegara, Jakarta Timur. Dilaksanakan pada tanggal 24 Febuari 2012. Nama kepala sekolah Hj. Sri Rahayu, S.Pd. Posisi sekolah dalam tengah penduduk. Dimana data di peroleh selama proses pembelajaran matematika berlangsung, Peneliti dibantu satu orang peneliti lain yaitu guru kelas tersebut, dalam melakukan pengamatan selama proses pembelajaran, berupa penerapan metode pembelajaran ekspositori dengan pemberian tugas dalam pembelajaran matematika di kelas IV B SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.

B.     Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi pada siswa Kelas IV B dengan jumlah siswa 23 anak dengan perincian : siswa laki-laki sejumlah 13 siswa dan siswa perempuan sebanyak 10 siswa. Adapun materi pelajaran dalam penelitian ini adalah tentang Pecahan (Membandingan pecahan, Menjumlahkan Pecahan dan Mengurangi Pecahan) pada pembelajaran Matematika semester II. Tingkat kecerdasan pada siswa SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi rata-rata tidak sama. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan pada tanggal 24 Febuari 2012 untuk  Siklus I, dan tanggal 28 Maret 2012 untuk Siklus II. Agar data ini akurat peneliti melakukan penelitian ini dengan cermat agar tidak ada kesalahan di dalam penelitian ini.
 Tabel 1. Adapun waktu penelitian dibuat table pada kolom dibawah ini :
No
Program
Tahun 2012
2
3
4
5
6
7
1
Pelaksanaan
X





2
Perencanaan

X




3
Tindakkan (Proses KBM)

X




4
Analisis Data

 X
X



5
Proposal


X



6
Format Seminar







C.    Sumber Data
Sumber data di ambil dari daftar nilai harian siswa, data penilaian tiap siklus, data observasi dan data informasi dari guru bidang studi yang relevan.
                                Tabel 2.
No
Nama Siswa
Penguasaan  Materi
Betul
%
Nilai
1
AGUNG PUTRA. P
2
AJI SUHENDI
3
ALIFIAH RENSSA. P. A
4
DELAYLA QODDENA. R
5
DIDI KURNIAWAN
6
ERLIN TRIANA
7
FARIS AL MUSTASHIM
8
ISTIYA JAHARANI
9
MULKLIS LUKMANSYAH
10
MUFLIKA JULIYA. K
11
M. AZIS HIDAYAT
12
M. FAISAL SAPUTRA
13
M. SHOFWAN
14
RAMDHANI
15
SABILLA PRESCULA. A
16
SHANIA ALYFIA DANY
17
SYAKILA CINTA NASYWA
18
YANTO AGUS SETIONO
19
M. FADHIL
20
KIMBERLY AZAHRA
21
M. RULLY SAIPUL
22
HADI RIDWAN MAULANA
23
DIYA FITRIA
Penguasaan Materi Secara Klasikal













D.    Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan 6 bulan  dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian ini terdiri atas dua siklus dan bergantung pada permasalahan atau hambatan yang ditemukan selama penelitian berlangsung 6 bulan pada semester 2 dari bulan febuari sampai dengan juli 2012. Dalam pelaksanaan tindakkan yang dilaksanakan di SDN Ciipinang Besar Selatan 15 Pagi dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur”.
Dengan menggunakan metode siklus. Masing-masing siklus melalui tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Secara umum alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini digambarkan oleh Kemmis dan Mc Taggart  (Kasbollah, 1998/1999 :70) adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.  Sesudah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti  dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus sepiral. Demikian seterusnya, atau
dengan beberapa kali siklus7.  Model ini dapat digambarkan sebagai berikut: 


E.     Keterangan Gambar Siklus
TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Tahap-tahap yang ditempuh dalam peneli­tian ini mencakup:
1) tahap pendahuluan (pra tin­dakan), dan 2) tahap tindakan.


1.      Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini guru menginformasikan kepada siswa tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, tujuan dan sasaran kegiatan.

2.      Tahap Tindakan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan jenis pene­litianyang dipilih yaitu penelitian tindakan kelas. Kegiatan penelitian akan melalui dua putaran (Siklus) kegiatan. Setiap siklus terdiri dari empat fase, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksa­naan, 3) pengamatan, 4) refleksi. Adapun kegia­tan-kegia­tan dalam siklus dan fase tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Siklus I
Pada siklus ini materi yang disajikan adalah arti pecahan dan Pecahan sebagai operasi pembagi.
1)      Perencanaan
Pada siklus I, perencanaan tindakan yang dibuat meliputi: a) menyusun ren­cana pembelajaran, b) menyiapkan buku panduan dengan materi, c) penyiapan lembar peneliti­an, e) penyiapan instru­men tes untuk evaluasi pada akhir siklus.

2)      Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini dila­kukan kegiatan pembelajaran yang terdiri dari: (a) Penyajian Materi. (b) Kegi­atan bertannya jawab.

3)      Pengamatan            
Pengamatan aktivitas siswa dalam meng­ikuti pembelajaran di kelas meliputi antara lain: pelaksanaan
diskusi eksperimen tentang pecahan. Kejadian-kejadian selama proses pembelajaran dicatat sebagai data yang akan dianalisis.
Tabel 3.
No
Komponen Off Task

Siklus I
Jumlah Siswa
%
1
Ngobrol
5

2
Mengganggu Temannya
2

3
Keluar Maasuk Kelas
0

4
Melamun/Mengantuk
5

5
Mainan
1


Tabel 4
No
Aspek Aktivitas
Siklus I
Jmlh Siswa
%
1
Bertanya pada guru
5

2
Menjawab pertanyaan guru
15

3
Menjawab Pertanyaan dari teman
5

4
Memberikan pendapat dalam diskusi
4

5
Ketepatan mengumpulkan tugas
20


4)      Refleksi
Setelah melakukan tindakan dan pengama­tan, maka tahap-tahap dalam siklus I diakhiri dengan tahap refleksi. Peneliti melakukan diskusi dengan pengamat guna membahas hasil penga­matan pada pelaksanaan tindakan. Dari hasil diskusi tersebut selanjutnya dijadikan bahan refleksi untuk memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya.

b.      Siklus II
Kegiatan pada siklus II dilaksanakan setelah mempelajari refleksi pada siklus I yaitu bagaimana hasilnya, apa kekurangannya, apa aki­batnya dan apa yang harus dilakukan agar pada siklus II dapat dilakukan tindakan yang lebih efektif.
1.      Perencanaan
Menindak lanjuti proses pembelajaran matematika pada siklus ke dua dilaksanakan pada hari Senin, 26 Maret 2012 dan 2 April 2012. Penyusunan perencanaan siklus ke dua ini di dasarkan pada hasil belajar siswa . Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perlu disadari bahwa perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.

2.      Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan  tindakan  menyangkut  apa  yang  dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan,  peningkatan atau  perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan. Jenis tindakan yang dilakukan dalam PTK hendaknya selalu didasarkan pada pertimbangan teoritik dan empirik agar hasil yang diperoleh berupa peningkatan kinerja dan hasil program yang optimal.

3.      Observasi (pengamatan)
Kegiatan observasi dalam PTK dapat disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data  dalam  penelitian  formal.  Dalam  kegiatan  ini  peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Istilah observasi digunakan karena data yang dikumpulkan melalui teknik observasi.

4.      Refleksi
Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interpretasi  terhadap  semua  informasi  yang  diperoleh  saat kegiatan tindakan. Setiap informasi yang terkumpul perlu dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam. Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan7.
Pada hakekatnya model Kemmis dan Taggart berupa perangkat-perangkat atau untaian dengan setiap perangkat terdiri dari empat             komponen    yaitu perencanaan, tindakan,  pengamatan, dan  refleksi  yang  dipandang  sebagai suatu siklus. Banyaknya siklus dalam PTK tergantung dari permasalahan- permasalahan yang perlu dipecahkan, yang pada umumnya lebih dari satu siklus 7.
 ________________________
7 Rochiati Wiriaatmadja,Metode Penelitian Tindakan Kelas, hal 68


Hasil Penelitian

a.       Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 6. Berikut ini tabel jadwal pelaksanaan penelitian :
Siklus
Pertemuan
Hari / Tanggal
Pukul
Materi

1

1

Jumat
24 Febuari 2012

09:10 -
09:50
Arti Pecahan. Pecahan sebagai operasi pembagi.
2
2
Rabu
28 Maret 2012
07:00 - 08:00
penjumlahan pecahan desimal

b.      Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 1 kali pertemuan. Alokasi waktu 2x45 menit. Sebelum melakukan kegiatan pada siklus I, peneliti melakukan tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti menyususun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tercantum pada Lampiran1. Hasil penelitian tindakan kelas pada penelitian ini, sebagai berikut.
a.      Pelaksanaan Pembelajaran
Pertemuan 1 dilaksanakan sesuai jadwal pelajaran matematika di kelas IV SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi, yaitu pada hari Jumat. 24 Febuari 2012 pukul 09:10 - 09:50WIB sampai dengan pukul 10.15 WIB.
1.      Hasil Observasi
Peneliti dan observer lain mengamati proses pembelajaran matematika di kelas menggunakan lembar observasi yang telah disusun dengan memuat aspek-aspek yang berhubungan dengan metode pembelajaran eskpositori dengan pemberian tugas untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
Pada siklus II, pengamatan pada pertemuan pertama siswa sudah semakin terbiasa dengan pemberian tugas dan minat yang lebih terhadap pemberian tugas. Selama pembelajaran berlangsung siswa terlihat semakin lebih antusias berdiskusi dengan teman sebangku saat mengerjakan latihan soal, meskipun ada beberapa yang masih terlihat malas mengerjakan latihan soal. Apabila ada materi yang kurang jelas, siswa lebih berani untuk menanyakan kepada guru.
Selama pembelajaran berlangsung pun siswa terlihat semakin lebih antusias berdiskusi dengan teman sebangku saat mengerjakan latihan soal.

2.      Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara, siswa tertarik dengan pembelajaran menggukan metode ekspositori dengan pemberian kuis pada materi pecahan. Siswa merasa semakin bersemangat dalam belajar matematika karena mereka merasa tertantang dengan latihan soal yang diberikan. Bagi siswa, pembelajaran dengan pemberian tugas dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pecahan. Beberapa siswa kurang menyukai pelajaran matematika karena mereka menganggap matematika itu sulit dan tidak menyenangkan.
Sedangkan sebagian siswa berpendapat bahwa matematika menyenangkan karena soal latihannya membuat penasaran dalam mencari penyelesaiannya. Pada pembelajaran matematika materi matriks, siswa lebih memperhatikan dan keinginan untuk mempelajari matematika menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dorongan dan motivasi yang diberikan guru membuat siswa menjadi lebih senang dan tertarik terhadap matematika, sehingga mendorong mereka untuk belajar matematika.
Selain itu, siswa lebih nyaman dan senang karena guru memberikan kesempatan berdiskusi dengan teman sebangku saat mengerjakan latihan soal dan guru juga memberikan kesempatan untuk bertanya apabila siswa tidak dapat mengerjakan soal kuis. Guru lebih bersikap ramah dan bersahabat sehingga siswa tidak takut untuk bertanya atau mengerjakan soal di depan kelas.
Pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori dengan pemberian tugas matematika, hasil belajar siswa menjadi lebih meningkat.

3.      Hasil Observasi dan Evaluasi Siklus I
Hasil belajar (nilai proses dan nilai produk) pada siklus I adalah (a) nilai rata-rata kelas 49,52 (b) siswa yang tuntas belajar secara individual sebanyak 6 orang, (c) ketuntasan belajar secara klasikal 59,04%.
Disamping itu, kemampuan siswa dalam melakukan eksperimen masih kaku, membuat laporan praktek dan menganalisisnya belum memenuhi harapan. Hal ini terlihat pada nilai proses eksperimen rata-rata kelasnya 40 masih di bawah 60. Siswa yang memperoleh nilai eksperi­men di bawah nilai KKM terdapat 62,5%.
Dalam diskusi kelompok masih terlihat hanya beberapa orang saja yang aktif sedangkan yang lainnya ada yang pasif bahkan satu-dua orang masih terlihat mengobrol sesama kawan. Pada diskusi kelompok ini belum terlihat adanya tanya-jawab seperti yang harapkan. Hal ini juga terlihat pada nilai diskusi kelompok yang diperoleh para siswa masih rendah yaitu rata-rata kelasnya 40. Pada siklus ini juga terlihat siswa belum bisa mengerti pecahan untuk mengungkap­kan refleksi diri. Sehingga saat melakukan pre­sentasi terlihat beberapa siswa agak gugup. Hal ini tercermin dari rata-rata kelas nilai proses 40.


1.      Refleksi Siklus I
Sesuai hasil observasi dan hasil evaluasi, ada beberapa catatan penting selama siklus I yaitu: (1) Dalam kegiatan pembelajaran yang bertatanan kontekstual, sudah diusahakan untuk memenuhi ke tujuh komponen tersebut agar selalu muncul dalam proses pembelajaran. Tetapi pada pertemuan pertama, komponen/kegiatan refleksi diri belum muncul karena penggunaan waktu yang kurang efisien. (2) Dalam kegiatan mengerjakan tugas sebagian siswa belum mampu menguasai konsep pecahan secara mende­tail, sebagian siswa hanya mengungkapkan seba­gian konsep pecahan yang ada dalam buku paket, dan sebagian belum mengerti cara mengungkapkan refleksi diri dalam bentuk narasi. (3) Siswa masih kurang aktif sehingga nilai proses pembelajaran belum menunjukkan adanya keber­hasilan pembelajaran. (4) Sebagian besar siswa ada yang mengeluh pada saat melakukan mengerjakan tugas, sebab mereka merasa tidak mudah berins­pirasi jika terburu-buru. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya perubahan waktu kegiatan pengerjaan tugas pada siklus tindakan berikutnya. Pada siklus ke II, siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan tugas di rumah, kemudian hasilnya dipresentasikan di sekolah.

2.      Hasil Observasi dan Evaluasi Siklus II
Hasil belajar (nilai proses dan nilai produk) pada siklus II adalah: (a) nilai rata-rata kelas 70, (b) siswa yang tuntas belajar secara individual sebanyak 21 orang dan (c) ketuntasan belajar secara klasikal 100%. Jika dihubungkan dengan indikator atau ukuran keberhasilan, maka angka 100% berarti ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai, karena semua siswa telah mencapai KKM 65.
Disamping itu, kemam­puan siswa melaku­kan pengerjaan tugas sudah memenuhi harapan. Semua siswa sudah terampil melakukan soal pecahan. Nilai rata-rata kelas telah mencapai 70. Nilai eksperi­men siswa menunjuk­kan 100% siswa dapat ter­golong tuntas atau memenuhi kriteria keberha­silan dalam proses pembelajaran pada siklus II.
Dalam penyam­paian soal untuk di presentasi siswa telah menguasai dengan baik. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata kelas untuk soal pecahan 70 dan yang memperoleh nilai dari presentasi lisan sebanyak 15 orang.

3.      Refleksi Siklus II
Sesuai hasil observasi dan hasil evaluasi, ada beberapa catatan penting selama siklus II, yaitu: (1) Seluruh siswa mempunyai nilai hasil produk yang sudah mencapai kriteria ketuntasan minimum pembelajaran. (2) Kemampuan siswa dalam melakukan ekspe­rimen telah menunjukkan hasil yang baik, hal ini terlihat seluruh siswa (100%) memper­oleh nilai di atas 70. (3) Dalam diskusi kelompok sudah menunjukkan suasana yang kondusif, semua peserta telah aktif berbica­ra untuk meng­eluarkan pertanyaan, ide, pertanya­an atau pun jawaban. Keberhasilan peserta didik dalam kegiatan diskusi ini dapat dilihat dari nilai proses pembelajaran untuk diskusi kelompok dan pre­sentasi lisan semuanya di atas 70. (4) Kemam­puan kognitif (produk) siswa mengalami pening­katan dari siklus I ke siklus II (dari nilai rata-rata kelas = 50 menjadi 70). (5) Telah terjadi pening­katan nilai keterampilan proses dari siklus I ke siklus II (dari nilai rata-rata kelas 50 mejadi 70).
Hasil belajar secara lengkap pada siklus I dan II disajikan dalam grafik sebagai berikut:
Grafik hasil belajar siswa (nilai proses-nilai produk-nilai akhir).
Grafik Perbandingan Hasil Belajar
4.      Hasil Analisis Respons Siswa
Hasil analisis mengenai respons siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 70% termasuk dalam kategori respon yang positif atau berada pada skala sikap sangat setuju.

5.      Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di SDN CBS 15 Pg ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut.
1.      Materi yang dipelajari pada setiap siklus berbeda meskipun pada pokok bahasan yang sama yaitu materi pecahan. Hal ini memungkinkan pemahaman siswa terhadap materi berbeda-beda, mungkin pada siklus II tingkat pemahaman siswa lebih tinggi daripada siklus I, atau sebaliknya. 
2.      Latihan soal tidak dibahas semua, karena keterbatasan waktu. Waktu juga terpotong untuk mengerjakan kuis.
3.      Pelaksanaan pembelajaran agak terganggu karena adanya waktu istirahat di sela-sela pembelajaran.
4.      Hal ini mengakibatkan konsentrasi siswa menurun dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangkitkan konsentrasi mereka kembali terhadap pembelajaran.

2 komentar: