Halaman

Sabtu, 23 Januari 2016

“PENDEKATAN PERILAKU DAN KOGNITIF SOSIAL”



BAB I
PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang masalah
Seorang filsuf Yunani abad ke-4 SM Aristoteles mengatakan bahwa,
“Belajar adalah kenikmatan alami”.
Tetapi realitas yang terjadi di sekolah-sekolah atau di madrasah-madrasah banyak anak-anak yang merasa bahwa belajar itu membosankan. Sehingga banyak dari mereka yang kemudian berusaha menghindar dari pelajaran baik itu dengan pura-pura sakit, mebolos atau dengan cara-cara yang lainnya. Hal ini terjadi karena ada kesalahan yang dilakukan oleh guru tentang cara mengajar siswa. Seorang guru biasanya menggunakan pendekatan yang kurang tepat sehingga menimbulkan suasana jauh dari kenyamanan.
    Di sisi lain kebanyakan orang setuju bahwa membantu siswa dalam belajar adalah fungsi vital dari sekolah. Namun, tidak semua orang mengetahui lalu setuju mengenai cara terbaik untuk belajar. Kita memulai bab ini memulai dengan apa yang melibatkan pembelajaran, kemudian beralih ke pendekatan perilaku utama untuk belajar. Selanjutnya, kita membahas bagaimana prinsip-prinsip perilaku yang diterapkan untuk mendidik siswa. Pada bagian terakhir, kita akan membahas tentang pendekatan kognitif sosial untuk belajar.

2.  Rumusan Masalah
a.   Apakah belajar itu?
b.  Apa saja pendekatan pembelajaran yang efektif untuk dikembangkan di kelas?
c.   Apa perbedaan antara pengkondisian klasik dan pengkondisian operan?
d.  Bagaimana penerapan analisis perilaku dalam pendidikan?
e.  Apa yang dimaksud dengan pendekatan kognitif sosial dalam pembelajaran?

3.  Tujuan
a.   Mengetahui definisi belajar dan gambaran lima pendekatan untuk mempelajarinya
b.  Membandingkan pengkondisian klasik dan pengkondisian operan
c.   Menerapkan analisis perilaku dalam pendidikan
d.  Meringkas pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran

  
BAB II
PEMBAHASAN

1.  Apakah Belajar atau Tidak Belajar?
Belajar merupakan fokus sentral pembahasan dalam ilmu psikologi pendidikan. Ilmu ini sangat urgen untuk diterapkan di lingkungan sekolah. Karena memang sekolah merupakan suatu lingkungan sosial untuk membantu anak-anak belajar.
a. Belajar atau bukan?
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang relatif permanen pada perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan berpikir yang terjadi melalui serangkaian pengalaman yang dialami. Misalnya, ketika seorang anak belajar mengoperasikan komputer. Mereka mungkin sepanjang perjalannya melakukan banya kesalahan. Tetapi pada titik tertentu mereka akan mendapatkan bakat perilaku yang diperlukan untuk menggunakan komputer secara efektif.
Tidak semua yang kita tahu adalah hasil belajar. Kita mewarisi beberapa kapasitas bawaan atau sejak lahir, tidak dipelajari. Sebagai contoh, kita tidak harus diajarkan cara berkedip ketika sebuah obyek datang terlalu dekat dengan mata kita.
b. Pendekatan pembelajaran
Behaviorisme merupakan pandangan bahwa perilaku harus dijelaskan oleh pengalaman yang dapat diamati secara langsung, bukan dengan proses mental. Pengkondisian klasik dan operan adalah pandangan tentang perilaku yang menekankan pada pembelajaran asosiatif.  Psikologi menjadi lebih kognitif pada akhir abad ke-20, dan penekanan kognitif berlanjut sampai hari ini. Hal ini tercermin dalam empatpendekatan kognitif untuk pembelajaran:
*      Pendekatan kognitif sosial, menekankan pada   interaksi perilaku, lingkungan, dan orang dalam menjelaskan pembelajaran.
*      Pendekatan pemrosesan informasi, menekankan pada bagaimana anak memproses informasi melalui perhatian, memori, berpikir, dan proses kognitif lainnya.
*      Pendekatan kontruktivis kognitif, menekankan kontruksi kognitif pengetahuan dan pemahaman anak.
*      Pendekatan kontruktivis sosial, menekankan pada kerjasama dengan pihak lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pengalaman.

2.  Pendekatan Perilaku Untuk belajar
Perilaku pendekatan menekankan pentingnya anak-anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Hal ini mencakup dua pandangan: pengkondisian klasik dan pengkondisian operan.
a.    Pengkondisian Klasik
Dalam pengkondisian klasik, organisme belajar untuk menghubungkan atau mengaitkan rangsangan. Pengkondisian klasik adalah gagasan dari Ivan Pavlov (1927). Untuk sepenuhnya memahami teori Pavlov pengkondiasian klasik, kita perlu memahami dua rangsangan dan dua jenis tanggapan: rangsanagan tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus-UCS), respon tidak terkondisi (Unconditioned Respon-UCR), rangsangan terkondisi (conditioned Stimulus-CS) dan respon terkondisi (conditioned Respon-CR). 
UCS adalah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa harus belajar sebelumnya. Makanan adalah UCS dalam percobaan Pavlov. UCR adalah respon tanpa belajar yang secara otomatis ditimbulkan oleh UCS.

Pengkondisian klasik merupakan tipe pembelajaran dimana suatu organism belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Untuk memahami pengkondisian ini, Ivan Pavlov (1927) membuat sebuah eksperimen. Dalam eksperimennya tersebut Pavlov menyajikan stimulus netral (bel) sebelum unconditioned stimulus (makanan). Stimulus netral tersebut menjadi conditioned stimulus setelah dipasangkan dengan unconditioned stimulus. Kemudian, conditioned stimulus (bel) itu sendiri bisa membuat anjing berliur.
Dalam eksperimen Pavlov, air liur anjing dalam menanggapi makanan UCR. CS adalah stimulus yang sebelumnya netral tapi pada akhirnya memunculkan respon terkondisi setelah dikaitkan dengan UCS. Diantara rangsangan yang dikondisikan dalam percobaan Pavlov adalah berbagai pemandangan dan suara yang terjadi sebelum anjing benar-benar memakan makanan. Seperti suara pintu ditutup sebelum makanan ditempatkan di piring anjing. CR adalah respon yang dipelajari terhadap stimulus terkondisi yang terjadi setelah UCS-CS dipasangkan.
Pengkondisian klasik ini dapat terlibat dalam dua pengalaman positif dan negatif anak-anak di dalam kelas. Diantara hal-hal di sekolah anak yang menghasilkan kesenangan karena mereka telah mendapatkan pengkondisian klasik adalah lagu favorit dan perasaan bahwa kelas adalah tempat yang aman dan menyenangkan. Sebagai contoh sebuah lagu akan menjadi netral untuk anak sampai ia bergabung dengan teman sekelas lain untuk menyanyikan dengan disertai perasaan positif.
Anak-anak dapat mengembangkan perasaan takut di kelas jika mengasosiasikan kelas dengan kritik, sehingga kritik menjadi CS karena takut. Pengkondisian klasik juga dapat terlibat dalam tes kecemasan. Misalnya, seorang anak gagal dan dikritik, yang menghasilkan kecemasan, setelah itu, ia mengasosiasikan tes dengan kecemasan. Sehingga mereka kemudian dapatmenjadi CS untuk kecemasan.

Ø  Desensitisasi Sistematis
Merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengkondisian klasik untuk mengurangi kecemasan dengan melakukan sesuatu hal untuk mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi dari situasi berturut yang semakin memproduksi kecemasan. Bayangkan anda di kelas memiliki seorang siswa yang merasa gugup ketika berbicara di depan kelas. Tujuan desensitisasi sistematis adalah mengajari siswa untuk mengasosiasikan bicara di depan kelas dengan relaksasi, seperti berjalan di pantai yang tenang. Menggunakan visualisasi berturut-turut, siswa mungkin berlatih desensitisasi sistematis dua minggu sebelum berbicara di depan kelas, lalu seminggu sebelumnya, empat hari sebelumnya, dua hari sebelumnya, sehari sebelumnya, sebelum masuk sekolah, pada saat memasuki ruang kelas, perjalanan ke depan kelas, dan ketika pembicaraan itu berlangsung.
Tujuan dari disensitisasi sistematis adalah membuat murid itu mengasosiasikan bicara di depan publik dengan relaksasi bukan kecemasan. Dengan menggunakan visualisasi berkali-kali, murid itu bisa melatih disensitiasi sistematis selama dua minggu sebelum bicara, kemudian satu minggu sebelum bicara, lalu empat hari sebelum bicara, dua hari sebelum bicara, pagi hari sebelum maju bicara, saat masuk ke ruang tempat dia akan bicara di depan publik saat bejalan ke podium dan saat bicara.

Ø  Generalisasi, diskriminasi, dan kepunahan
1.   Generalisasi adalah kecenderungan stimulus baru yang mirip dengan stimulus asli yang dikondisikan untuk menghasilkan respon yang sama. Misalnya, seorang siswa dikritik karena kinerja yang buruk pada tes biologi. Ketika siswa itu mulai mempersiapkan untuk tes kimia, ia juga menjadi sangat gugup karena kedua mata pelajaran yang erat kaitannya dalam Sains. Dengan demikian kecemasan siswa menggeneralisasikan dari mengambil tes dalam salah satu mata pelajaran untuk mengambil mata pelajaran yang lain.
Generalisasi dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama dengan conditioned stimulus yang asli untuk menghasilkan respon yang sama, misalnya: murid di marahi karena ujian biologinya buruk, saat murid itu mulai bersiap untuk ujian kimia, dia menjadi gugup karena dua mata pelajaran itu saling berkaitan. Jadi menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
2.  Diskriminasi terjadi ketika organisme merespon rangsangan tertentu dan tidak pada rangsangan yang lain. Misalnya, seorang mahasiswa merasa tidak gugup dalam mengambil mata kuliah yang berbeda. Karena dia tahu kalau kedua mata kuliah itu merupakan bidang studi yang berbeda.
Diskriminiasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon stimuli tertentu tapi tidak merespon stimuli lainnya. Misalnya: murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran bahasa inggris atau sejarah karena dua mata pelajaran itu jauh berbeda  dengan mata pelajaran kimia dan biologi.
3.  Kepunahan melibatkan melemahnya CR tanpa adanya UCS. Misalnya, seorang mahasiswa tidak merasa gugup lagi ketika melakukan kinerja yang lebih baik pada mata kuliah itu, kecemasannya pun memudar.
Kepunahan dalam pengkondisian klasik yaitu pelemahan conditioned response (CR) karena tidak adanya unconditioned stimulus (US). Misalnya : murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik dan kecemasannya mereda.

Ø  Mengevaluasi pengkondisian klasik.
Pengkondisian klasik membantu kita mampu memahami beberapa aspek pembelajaran dengan lebih baik. Cara ini membantu menjelaskan bagaimana stimulasi netral menjadi diasosiasikan dengan respon yang tak di pelajari dan suka rela. Ini sangat membantu untuk memahami kecemasan dan ketakutan murid, namun cara ini tidak efektif untuk menjelaskan perilaku sukarela, seperti mengapa murid belajar keras untuk satu mata pelajaran atau lebih, menyukai sejarah ketimbang geografi, untuk area ini pengkondisian operan akan lebih relevan.
Misalkan: murid di kelas yang sangat gugup saat di minta berbicara di depan kelas.




b.   Pengkondisian Operan
Pengkondisian operan (Instrumental) adalah suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi berupa hukuman dan imbalan dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku itu akan terjadi. Pencetus dari teori ini adalah B.F. Skinner (1938).
Penghargaan adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa perilaku akan terjadi. Sebagai contoh, anda mengatakan “Selamat, aku benar-benar bangga dengan cerita yang kamu tulis”, jika mahasiswa bekerja keras dan menulis cerita yang lebih baik dari sebelumnya. Penghargaan ini akan meningkatkan probabilitas perilaku menulis mahasiswa tersebut. Sebaliknya, hukuman merupakan konsekuensi yang menurunkan probabilitas perilaku yang akan terjadi. Misalnya, ketika mahasiswa sedang berbicara di depan kelas kemudian dosen mengerutkan dahi, maka pembicaraan mahasiswa ini akan berkurang. Mengerutkan dahi ini dikatakan sebagai hukuman saat siswa itu berbicara.
Bentuk penguatan perilaku ada dua macam, yakni penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif berarti meningkatkan frekuensi respon karena diikuti oleh stimulus yang bermanfaat. Seperti contoh di atas, pujian dari dosen bisa meningkatkan perilaku menulis mahasiswa. Sedangkan penguatan negatif adalah meningkatkan frekuensi respon karena diikuti dengan rangsangan penghapusan hukuman (menyenangkan). Sebagai contoh, seorang ayah mengomel pada anaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ia terus mengomel. Akhirnya si anak bosan mendengarkan omelan ayahnya dan melakukan pekerjaan rumahnya itu. Respon anak tersebut (mengerjakan PR) merupakan bentuk penghapusan stimulus tidak menyenangkan (omelan).
Dalam pengkondisian operan juga terjadi generalisasi, diskriminasi dan kepunahan yang mirip dengan pengkondisian klasik.  Generalisasi dalam pengkondisian operan misalnya terjadi ketika seorang dosen memuji mahasiswanya dalam mata kuliah psikologi pendidikan maka mahasiswa tersebut akan menyama ratakan rangsangan ini untuk melakukan pekerjan yang lebih keras lagi dalam mata kuliah bidang lainnya. Diskriminasi dalam pengkondisian operan terjadi ketika seorang siswa melihat nampan berlabel “matematika” adalah tempat dimana seharusnya dia meletakkan pekerjaan matematika hari ini. Sedangkan nampan yang berlabel “Bahasa Inggris” adalah tempat untuk meletakkan pekerjaan bahasa Inggris hari ini bukan untuk pekerjaan yang lain. Kepunahan dalam pengkondisian operan terlhat ketika seorang mahasiswa mencubit temannya dan dosen segera menegurnya. Jika hal ini terjadi secara teratur maka mahasiswa akan belajar bahwa mencubit temannya merupakan suatu cara untuk mendapatkan perhatian dari dosen. Jika kemudia dosen mengabaikannya, mungkin perilaku mahasiswa tadi akan dihentikan.
 Pengkondisian operan (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan di ulangi. Arsitek utama dari pengkondisian operan adalah B.F.Skinner, yang pandangannya di dasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.
Hukum efek thorndike
Thorndike menempatakan kucing yang lapar pada sebuah kotak dan meletakkan ikan di luar kotak. Untuk  bisa keluar dari kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotak tersebut. Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respon yang tidak efektif dia mencakar atau mengigit palang. Akhirnya kucing itu secara tidak sengaja menginjak pijakan yang membuka palang pintu, saat kucing di kembalikan ke kotak,dia melakukan aktifitas acak sampai dia mengijak pijakan itu sekali lagi. Pada percobaan berikunya kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak sampai dia akhirnya bisa langsung menginjak pijakan itu untuk membuka pintu
Hukum efek Thorndike menyatakan
Bahwa perilaku yang di ikuti dengan hasil positif akan di perkuat dan perilaku yang di ikuti hasil negatif akan di perlemah.
Penguatan dan hukuman.
Penguatan (imbalan)(reintforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akn terjadi.
Hukuman (punishment)adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Misalnya: anda mungkin berkata pada murid anda. “ selamat, saya merasa senang setelah membaca cerita yang kalian tulis” jika murid bekerja lebih keras dan menulis lebih baik lagi untuk cerita selanjutnya, komentar positif anda akan merupakan penguat atau memberi imbalan pada perilaku menulis murid. Jika anda merengut pada murid yang bicara di kelas dan kemudian perilaku bicara itu menurun, maka muka anda merengut itu merupakan hukuman bagi tindakan si murid.
Penguatan berarti memperkuat
Penguatan positif, frekuensi respon meningkat karena di ikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding)
Penguatan negatif, frekuensi respon meningkat karena di ikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan) misalnya: ayah mengomeli putranya agar mau mengerjakan PR. Dia terus mengomel, akhirnya anak itu lelah mendengarkan omelan dan PR-nya.
Cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan negatif adalah :
1.     Dalam penguatan positif ada suatu yang di tambahkan atau di peroleh.
2.     Dalam penguatan negatif ada suatu yang di kurangi atau di hilangkan.

Generalisasi dalam penkondisian operan berarti memberikan respon yang sama terhadap stimulasi yang sama misalnya jika pujian guru membuat murid belajar lebih keras di kelas, apakah pujian serupa akan juga membuat bekerja lebih keras untuk tugas di luar kelas seperti pekerjaan rumah.
Diskriminasi dalam pengkondisian operan berarti pembedaan di antara stimuli dan kejadian lingkungan. Misalnya seorang murid tahu bahwa di meja guru yang bertuliskan “matematika”  adalah tempat guru menyimpan tugas matematika hari ini, sedang yang tertulis “inggris” adalah tempat menyimpan tugas bahasa inggris hari ini.
Dalam pengkondisian operan, pelenyapan (extinction) terjadi ketika respons penguat sebelumnya tidak lagi di perkuat dan responnya menurun.misalnya, dalam beberapa kasus guru kurang memberi perhatian yang kurang bijaksana, sehingga malah memperkuat tindakan disruptif, seperti ketika murid mencubit murid lain lalu guru kemudian langsung bicara dengan pelakunya.

3.   Analisis Perilaku Terapan dalam Pendidikan
Analisis Perilaku Terapan  melibatkan penerapan prinsip-prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku siswa. Penggunaan analisis perilaku terapan sangat berguna dalam bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Aplikasi analisis perilaku terapan ini sering menggunakan serangkaian langkah, yakni.
a.  Meningkatkan perilaku yang diinginkan
Ada enam langkah praktis yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan pada siswa, yaitu:
*      Berikan penguatan secara efektif
Setiap anak mempunyai penguatan yang berbeda-beda. Analisis perilaku terapan merekomendasikan agar guru mengetahui apakah penguatan itu bekerja baik atau tidak pada anak tertentu. Untuk mengetahui penguatan apa yang efektif bagi siswa dapat dilakukan dengan cara memeriksa apa yang telah memotivasi anak di masa lalu (sejarah), yakni sejarah tentang apa yang siswa ingin tetapi tidak didapatkan dengan mudah atau yang sering didapatkan, dan persepsi anak tentang motivasi tersebut.
David Premack, seorang psikolog membuat suatu prinsip yang kemudian disebut sebagai prinsip Premack. Teori itu menyatakan bahwa kemungkinan kegiatan yang lebih diinginkan dapat berfungsi sebagai motivasi untuk kegiatan yang kurang diinginkan. Misalnya, seorang guru mengatakan bahwa “jika kamu sudah menyelesaikan soal matematika maka kamu boleh pulang”. Namun hal ini hanya efektif jika pulang lebih diinginkan daripada mengerjakan soal matematika.
*      Buat penguat kontingen dan tepat waktu
Penguatan hanya diberikan pada waktu yang tepat dan hanya jika siswa melakukan sesuatu hal yang diinginkan. Pernyataan “jika…. maka…” dapat digunakan untuk untuk membuat siswa merasa jelas atas apa yang harus mereka lakukan untuk mendapatkan imbalan.
*      Pilih jadwal terbaik dari penguatan
Dalam penguatan yang terjadi secara terus-menerus memang siswa akan belajar dengan sangat cepat tetapi ketika penguatan itu berhenti maka kepunahan akan terjadi dengan sangat cepat. Skinner (1957) mengembangkan jadwal penguatan, yaitu penguatan jadwal parsial yang menentukan kapan respon akan diperkuat. Ada empat jadwal utama penguatan, yaitu:
·         Jadwal rasio tetap, yaitu perilaku diperkuat setelah melewatkan sejumlah tanggapan. Misalnya, guru memberikan pujian hanya setelah siswa berhasil menjawab lima pertanyaan dengan benar.
·         Jadwal rasio variable, penguatan diberikan setelah siwa melakukan beberapa kali tanggapan, namun penguatan yang dilakukan tidak terduga.
·         Jadwal interval tetap, respon yang tetap pertama setelah jumlah waktu yang tetap diperkuat. Misalnya, guru dapat memuji anak untuk pertanyaan pertama yang anak minta setelah tiga menit kemudian.
·         Jadwal variabel interval, repon diperkuat setelah jumlah variabel waktu berlalu. Misalnya, guru memuji pertanyaan siswa setelah lima belas menit, Sembilan menit, enam menit dan sebagainya.

*      Pertimbangkan kontrak
Merupakan penguatan kontigensi yang diletakkan secara tertulis. Guru menyetujui untuk melakukan sesuatu jika seorang siswa berperilaku dengan cara tertentu. Kontrak kelas ini biasanya ditandatangani oleh guru, siswa dan diberi tangal kapan dibuat perjanjian itu.
*      Gunakan penguatan negatif secara efektif
Menggunakan penguatan negatif mempunyai kelemahan. Terkadang ketika guru mencoba menggunakan penguatan negatif, anak malah memberontak. Hasil negatif ini terjadi paling sering ketika anak-anak tidak memiliki ketrampilan atau kemampuan untuk melakukan apa yang guru minta.
*      Menggunakan permintaan dan membentuk
Permintaan adalah rangsangan tambahan atau isyarat yang diberikan tepat sebelum respon yang meningkatkan kemungkinan bahwa respon akan terjadi. Permintaan bisa berwujud verbal. Contohnya, ketika sedang belajar membaca, guru memegang huruf “I-B-U” kemudian mengatakan “ bukan itu tapi…”. Atau bisa juga berbentuk intruksi seperti “Mari kita mulai membaca”. Atau bisa juga berbentuk petunjuk, misalnya ketika guru memberi tahu siswa tentang cara baris-berbaris. Permintaan juga bisa berwujud visual, seperti ketika guru menempatkan tangannya di telinga ketika siswanya berbicara sangat pelan.
Membentuk melibatkan pengajaran perilaku baru dengan memperkuat aproksimasi ke perilaku target yang ditentukan. Misalnya seorang siswa yang tidak pernah menyelesaikan 50% dari tugas matematikanya. Tetapi anda menetapkan target 100% tugas matemaikanya dikerjakan. Maka anda harus memberikan penguatan sampai aproksimasi target. Awalnya mungkin anda hanya memberikan penguatan ketika sudah mengerjakan sekitar 60%, pada waktu berikutnya 70%, 80%, 90% sampai akhirnya sampai 100%. Membentuk membutuhkan penguatan sejumlah langkah kecil dalam perjalanan ke perilaku yang menjadi target.
v  PENURUNAN PERILAKU YANG TIDAK DI INGINKAN
Untuk menurunkan perilaku yang tidak diinginkan, analisis perilaku Paul Alberto dan Anne Troutman (2009) merekomendasikan langkah-langkah berikut ini:
*      Menggunakan penguatan deferensial
Guru memperkut perilaku yang diinginkan dan berbeda dari apa yang dilakukan oleh siswa. Misalnya, guru memperkuat anak untuk kegiatan pembelajaran computer daripada main game.
*      Hentikan penguatan (kepunahan)
Strategi menghentikan penguatan dengan cara menarik penguatan positif yang diterjemahkan anak sebagai bentuk legalitas atas perbuatan buruknya. Jika anda menyadari terlalu banyak memberikan perhatian kepada perilaku siswa yang tidak pantas, maka segera abaikan dan berikan perhatian pada perilaku yang sesuai.
*      Menghapus rangsangan yang diinginkan
Setelah anda mencoba dua opsi di atas tetapi belum juga efektif, maka ada pilihan yang ketiga yakni dengan menghentikan rangsangan yang diinginkan selama ini anda berikan. Misalnya dengan menghapus beberapa hak istimewa.
*      Menghadirkan rangsangan berupa hukuman
Sebuah stimulus hukuman hanya boleh dilakukan sebagai suatu usaha terakhir setelah beberapa cara ditempuh tetapi tidak efektif juga. Bentuk yang paling umum dari hukuman di dalam kelas berupa teguran. Sedangkan hukuman secara fisik tidak boleh diberikan.
Menurut definisi hukuman yang disinggung di awal bab ini, konsekuensinya haruslah mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Branch,2000; Mazur, 2002). Tipe paling umum dari stimuli yang tidak menyenangkan adalah guru menggunakan teguran verbal. Ada sejumlah problem yang berhubungan dengan penggunaan stimuli yang tidak menyenangkan (Hyman, 1997; Hyman & Snook, 1999) :
o   Jika menggunakan hukuman berat seperti membentak dengan keras, maka kita akan menjadi contoh orang yang pemarah
o   Hukuman bisa menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran.
o   Ketika murid dihukum, mereka mungkin akan marah dan cemas sehingga tidak bisa konsentrasi pada tugas
o   Hukuman akan mengajari murid apa yang tidak boleh dilakukan
o   Apa yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat berubah menjadi penguat.

4.  PENDEKATAN KOGNITIF SOSIAL UNTUK BELAJAR
a.  Teori kognitif sosial bandura
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, seperti perilaku, memainkan peran penting dalam belajar. Faktor kognitif mungkin melibatkan harapan siwa untuk sukses, faktor sosial mungkin mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku prestasi orangtua mereka. Teori Kognitif merupakan sumber yang semakin penting dari aplikasi kelas.
Albert Bandura adalah arsitek utama teori kognitif sosial. Ia mengatakan bahwa ketika siswa belajar, mereka dapat secara kognitif mewakili atau mengubah pengalaman mereka. Model determinisme timbal balik dari pembelajarannya meliputi tiga faktor utama : orang/kognisi, perilaku, dan lingkungan. Orang (kognitif) faktor yang diberikan penekanan yang paling oleh Bandura dalam beberapa tahun terakhir adalah efikasi diri, keyakinan bahwa seseorang dapat mengasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor orang / kognitif memainkan peran penting yaitu efikasi diri, keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Misalnya, seorang mahasiswa yang memiliki efikasi diri rendah bahkan tidak mencoba untuk belajar untuk ujian karena ia tidak percaya akan melakukannya dengan baik.

b.  Pembelajaran observasional
Belajar observasional adalah pembelajaran yang melibatkan pemerolehan keterampilan, strategi, dan keyakinan dengan mengamati orang lain. Bandura menjelaskan empat proses kunci dalam pembelajaran observasional:
*      Perhatian
Sebelum siswa dapat menghasilkan tindakan yang dapat di peragakan, mereka harus hadir untuk apa yang di lakukan atau dikatakan oleh pemeraga. Perhatian terhadap model di pengaruhi oleh sejumlah karakteristik. Siswa lebih mungkin memperhatikaan model berstatus tinggi dari pada yang berstatus rendah.
*      Retensi
Untuk mereproduksi tindakan model ini siswa harus mengode informasi dan menyimpannya dalam  memori, sehingga mereka dapat mengambilnya. Sebuah video dengan karakter warna warni mungkin lebih di ingat dengan baik oleh siswa dari pada instruksi guru dengan sendirinya.
*      Produksi
Siswa mungkin memiliki model dan kode dalam memori mengenai apa yangh mereka lihat namun karena keterbatasan motorik, mereka tidak dapat mereproduksi perilaku model.
*      Motivasi
Siswa meniru untuk apa yang di katakan atau dilakukan model, menyimpan informasi dalam memori dan memiliki keterampilan motorik untuk melakukan tindakan, tetapi tidak termotivasi untuk melakukan perilaku model.
Pembelajran observasional terlibat dalam banyak aspek kehidupan anak, termasuk kelas dan media.

c.   Pendekatan perilaku kognitif dan regulasi diri
Metode instruksional diri adalah teknik perilaku kognitif yang bertujuan untuk mengajarkan individu untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri. Dalam banyak kasus, dianjurkan bahwa siswa menggantikan pernyataan diri negatif dengan yang positif. Kognitif behavioris berpendapat bahwa siswa dapat meningkatkan kinerja mereka dengan memonitor perilaku mereka. Pembelajaran pengaturan diri generasi diri dan pemantauan diri dari pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan. Siswa berprestasi sering kali merupakan pembelajaran pengaturan diri. Salah satu model pembelajaran pengaturan diri melibatkan komponen-komponen: evaluasi dan pemantauan diri, penetapan tujuan dan perencanaan strategis, menempatkan rencana kedalam tindakan, dan hasil pemantauan dan menyempurnakan strategi. Pengaturan diri merupakan asek penting dari kesiapan sekolah. Aspek penting dari pembelajaran pengaturan diri adalah memberikan siswa tanggung jawab untuk kegiatan belajar mereka.
Pendekatan perilaku kognitif berasal dari psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran terhadap perilaku, dan behaviorisme, yang menekankan pada teknik mengubah perilaku.
Metode instruksi-diri (self-instructional method) adalah sebuah teknik perilaku kognitif yang dimaksudkan guna mengajari individu untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri. Metode self-instructional ini membantu orang mengubah apa yang anggapan mereka tentang diri mereka sendiri.
Pembelajaran Regular Diri. Pembelajaran regular diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).



d.  Mengevaluasi Pendekatan Kognitif Sosial
Pendekatan kognitif sosial memberi kontribusi penting untuk mendidik anak. Selain mempertahankan aroma ilmiah kaum behavioris dan menekankan pada observasi yang cermat, pendekatan ini juga memperluas penekanan pembelajaran sampai ke fakror kognitif dan sosial. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan model yang kompeten dan kemudian meniru apa yang mereka lakukan.


BAB III
PENUTUP
1.  Kesimpulan
a.   Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang relatif permanen pada perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan berpikir yang terjadi melalui serangkaian pengalaman yang dialami.
b.  Dalam pengkondisian klasik, organisme belajar untuk menghubungkan atau mengaitkan rangsangan.
c.   Pengkondisian operan (Instrumental) adalah suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi berupa hukuman dan imbalan dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku itu akan terjadi.
d.  Analisis Perilaku Terapan  melibatkan penerapan prinsip-prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku siswa. Penggunaan analisis perilaku terapan sangat berguna dalam bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.
e.  Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, seperti perilaku, memainkan peran penting dalam belajar.
f.   Metode instruksional diri adalah teknik perilaku kognitif yang bertujuan untuk mengajarkan individu untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri.

2.  Kritik dan saran
Dalam makalah ini tentunya terdapat banyak sekali kelemahan-kelemahan, untuk itu kami memohon kritik serta sarannya yang bisa membantu memperbaiki makalah ini kedepannya.


Daftar Pustaka
W. Santrock, John (Diterjemahkan oleh Harya Bimasena).2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Salemba Humanika
 Ormrod, Jeanne Ellis, (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga
Sujiono, Yuliani Nurani, dkk, (2007). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka.