BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan rendahnya kualitas mata pelajaran
matematika dengan nilai minimal 30 sehingga nilai tersebut kurang memuaskan dan
guru merasa kurang berhasil dalam memberikan materi pelajaran. Sehingga guru
memberikan remedial bagi siswa yang kurang berhasil.
Dalam proses belajar mengajar guru
mempunyai tugas menyusun program pembelajaran, memberi informasi yang benar,
memberi fasilitas yang baik, membimbing siswa dalam memperoleh informasi yang
benar dan penilaian perolehan informasi sehingga metode yang cocok adalah metode
ekspositori.
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau
dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup
dan bermakna. Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari
berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi pembelajaran merupakan
salah satu penunjang akan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru.
Inovasi metode ini
adalah meningkatkan hasil belajar siswa dalam
mempelajari matematika. Hambatan
terbesar yang dialami adalah tidak adanya alat peraga sehingga siswa merasa
kesulitan. Solusinya adalah guru harus membuat alat peraga sehingga siswa merasa
lebih tertarik. Simpulan yang dapat diambil dari
penulisan ini adalah bahwa inovasi metode ekspositori untuk
meningkatkan kefasihan siswa dalam pengucapan pelafalan bahasa China.
Beberapa hasil penelitian di Amerika
Serikat menyatakan metode ekspositori merupakaan cara mengajar yang paling
efektif dan efisien. Pentatito
Gunawibowo (1998:6.7) dalam pembelajaran menggunakan
Menurut ahli teori belajar-mengajar, David
P. Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara
mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna1.
Ausubel membedakan belajar menjadi :
a. Belajar dengan menerima (reception learning)
Materi yang disajikan kepada siswa lengkap sampai
bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan.
b. Belajar melalui penemuan (discovery learning)
Dapat dilakukan sendiri atau dapat pula dengan
bimbingan.
Menurut Ausebel (Russefendi, 1988:290)
bahwa “metode ekspositori yang baik adalah cara mengajar yang efektif dan
efesien dalam menanamkan konsep belajar bermakna”. Jadi bila metode ekspositori
dipergunakan sebagaimana mestinya, dan sesuai dengan situasi dan kondisinya
maka akan menjadi metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa bila
metode ini dipergunakan untuk semua topik matematika untuk semua kelas dan
kondisi dan situasi apapun, akan menjadi metode terbaik. Karakteristik yang
membedakan metode ekspositori dengan metode yang lain adalah bahwa pada metode
ekspositori guru lebih dominan, yaitu guru mengontrol alur pengajaran dalam
memberikan informasi/materi1.
__________________
1 Adi
Wijaya. Model-model Pembelajaran. Yogyakarta: PPPPTK MatematikaAkhmad
Sudrajat. 2008. hlm. 180
Dari
uraian diatas maka judul dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV
B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur”.
B. Identifikasi Masalah
Dalam proses KBM di temukan siswa yang
berperilaku belajar, seperti tidak mengarjakan tugas yang di berikan oleh
gurunya, rendahnya semangat belajar, takut mengemukakan pendapat pertanyaan,
ide maupun saran dan sebagainya. Dengan adanya masalah tersebut sehingga guru
menggunakan metode ekspositori.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah di atas, dapat di rumuskan sebagai berikut :
1. Apakah melalui metode ekspositori siswa dapat meningkatkan hasil belajar
matematika kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi ?
2. Bagaimana menggunakan metode ekspositori agar dapat meningkatkan hasil
belajar matematika kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat di jabarkan
menjadi tujuan penelitian:
1. Guru dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran matematika.
2. Seluruh siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas, karena
metode ini siswa yang lebih berperan aktif.
3. Guru dapat merubah cara mengajar agar siswa mau untuk mengikuti proses
KBM tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian
tindakan ini, antara lain :
1. Bagi guru
Perubahan KBM pembelajaran matematika meningkat.
2. Bagi kepala sekolah
Sebagai bahan acuan untuk memperbaiki pembelajaran yang ada di sekolah
tersebut, sehingga dapat di jadikan contoh dalam penerapan metode pembelajaran
di kelas.
3. Bagi siswa
Terutama siswa sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya
dengan penggunaan metode ekspositori.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Teori Belajar Matematika
Menurut William
Brownell teori belajar didasarkan
atas keyakinan bahwa anak-anak memahami apa yang sedang mereka pelajari jika
belajar secara permanen atau secara monoton
untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk mengembangkan
pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-benda tentu ketika
mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai contoh, pada saat anak-anak baru
pertama kali di perkenalkan dengan konsep membilang, mereka akan lebih mudah
memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda kongkrit yang mereka kenal ;
seperti mangga, kelereng, bola atau sedotan. Dengan kata lain, teori belajar
William brownel ini mendukung penggunaan benda-benda kongret untuk dimanipulasikan
sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang
mereka pelajari. Teori belajar William Brownell ini dengan nama meaning theory2.
Menurut Zalton
P. Dienes meyakini bahwa dengan menggunakan berbagai sajian (representasi)
tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh
konsep tersebut jika di bandingkan dengan hanya menggunakan satu macam sajian
saja.
___________________
2Trianto, M.Pd. Paduan Lengkap Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta : Prestasi Pustaka
Publisher. 2011. hlm. 152
Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep persegi, maka
guru di sarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran sisi
berlainan. Contoh lain, pada saat guru akan mengenalkan konsep bilangan tiga
kepada siswa, guru di sarankan menggunakan tiga mangga, tiga kelereng, tiga
bola, tiga pensil, dan tiga benda kongkret lain.
Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh adalah Jean Peaget. Dia
adalah ahli psikologi bangsa Swiss yang meyakini bahwa perkembangan mental
setiap pribadi melewati empat tahap yaitu:
1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun) pada tahap ini anak-anak
mengembangkan konsep pada dasarnya melalui interaksi dengan dunia fiksi.
2. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai
untuk menyatakan ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada
persepsi. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan simbol, dia belajar untuk
membedakan antara kata atau istilah dengan objek yang diwakili oleh kata atau istilah
tersebut.
3.
Tahap
operasi kongkret (7-12 tahun)selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan
menggunakan benda-benda kongkret untuk menyelidiki hubungan dan
model-model ide abstrak bahasa merupakan alat yang sangt penting untuk
menyatakan dan mengingat konsep-konsep. Pada tahap ini anak sudah mulai
berpikir logis, berpikir logis ini terjadi sebagai akibat adanya kegiatan anak
memanipulasikan benda-benda kongkret.
4. Tahap operasi formal (12 dewasa) anak sudah mulai mampu berpikir
secara abstrak, dia dapat menyusun hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi
dunia real dan tidak terlalu bergantung pada benda-benda kongkret.
Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu asimilasi
dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses
terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental. Akomodasi
adalah perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman
baru, mereka secara aktif mencoba. Sebagai contoh dalam operasi penjumlahan,
anak memahami 5 + 3 = 8 dengan memanipulasi benda-benda kongkret yang telah dia
kenal.
Teori belajar Richard Skemp adalah seorang ahli matematika dan
psikologi yang berasal dari Inggris menurut Richard skamp, belajar terpisah
menjadi dua tahap:
Tahap pertama, dengan memanipulasi benda-benda akan memberikan
basis bagi siswa untuk belajar lebih lanjut dan menghayati ide-ide. Richard
Skemp mendukung interaksi siswa dengan objek-objek fisik selama tahap-tahap
awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini akan membentuk dasar bagi belajar
berikutnya yaitu pada tingkat yang abstrak atau disebut tahap kedua. Misalkan
kita akan mengenalkan salah satu sifat perkalian, yaitu 2 x 3 = 3x, contoh :
kita dapat menggunakan benda-benda kongkret berupa potongan-potongan karton
berbentuk persegi sebagai berikut :
Disini
terdapat dua baris pada tiap-tiap baris terdapat 3 karton persegi. Dalam
matematika model seperti ini dapat dinyatakan sebagai 2 x 3. karena banyaknya
karton seluruhnya ada 6 maka 2 x 4 = 6
Teori Belajar Jerome S. Bruner adalah seorang
ahli psikologi kognitif, seperti halnya Jean Piaget, Bruner lebih peduli
terhadap proses belajar dari pada hasil belajar. Oleh sebab itu, menurut Jerome
S. Bruner metode belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran di
bandingkan dengan pemerolehan suatu kemampuan khusus. Metode yang sangat
didukung oleh Jerome S. Bruner, penemuan melibatkan kegiatan mengorganisasikan
kembali materi pelajaran yang telah dikuasai oleh seorang siswa. Kegiatan ini
berguna bagi siswa tersebut untuk menemukan suatu pola atau ‘keteraturan’ yang
bersifat umum terhadap situasi atau masalah baru yang sedang dihadapinya.
Jerome S. Bruner yakin bahwa dalam mempelajari matematika seorang anak perlu
secara langsung bahan-bahan manipulatif. Bahan-bahan manipulatif merupakan
benda kongkret yang dirancang khusus dan dapat diotak atik siswa dalam berusaha
untuk memahami suatu konsep matematika3.
Teori belajar Robert M. Gagne berbeda dengan Jean Piaget dan Jerome
S. Bruner Robert M. Gagne lebih peduli terhadap hasil belajar ketimbang proses
belajar, bagi Robert M. Gagne, tujuan pembelajaran adalah perolehan
kemampuan-kemampuan telah dideskripsikan secara khusus dan dinyatakan dalam
istilah-istilah tingkah laku menurut Robert M. Gagne, kemampuan adalah
kecakapan untuk melakukan suatu tugas dalam kondisi yang telah ditentukan.
Sebagai contoh, kemampuan menjumlahkan bilangan bulat dan kemampuan membagi
bilangan asli.
____
3Ibid., hlm. 77
2. Metode Ekspositori
David B. Ausubel adalah salah satu pakar dalam pendidikan dan
psikologi yang berpendapat bahwa metode
ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan
keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta
memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah,
demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan
oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori merupakan metode
pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara
langsung. Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris merupakan metode yang
sangat efektif untuk mentransfer hasil penemuan di masa lalu kepada generasi
berikutnya. Metode-metode ini semuanya masih bisa memberikan hasil pembelajaran
yang baik atau buruk tergantung dari pelaksanaannya di kelas. Berkaitan dengan
hasil pembelajaran Ausubel membedakan antara belajar yang bermakna dengan yang
tak bermakna. Menurut Ausubel, metode-metode ekspositoris yang digunakan dalam
proses pembelajaran akan sangat efektif dalam menghasilkan kegiatan belajar
yang bermakna (meaningful learning) apabila dipenuhi dua
syarat berikut:
1)
Siswa
memiliki meaningful learning set, yaitu sikap mental yang mendukung terjadinya
kegiatan belajar yang bermakna. Contoh: siswa betul-betul mempunyai keinginan
yang kuat untuk memahami hal-hal yang akan dipelajari, dan berusaha untuk
mengaitkan hal-hal baru yang dipelajari dengan hal-hal lama yang telah ia
ketahui, yang kiranya relevan.
2)
Materi
yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan siswa adalah materi atau
tugas yang bermakna bagi siswa; artinya, materi atau tugas tersebut terkait
dengan struktur kognitif yang pada saat itu telah dimiliki siswa, sehingga
dengan demikian siswa bisa mengasimilisasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang
dipelajri itu kedalam struktur kognitif yang ia miliki. Dan dengan demikian,
struktur kognitif siswa mengalami perkembangan.
Ausubel mengemukan dua prinsip penting dalam metode ekspositoris
yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi pembelajaran bagi siswa, yaitu:
1) Prinsip diferensiasi progresif, yang menyatakan bahwa dalam
penyajian materi pembelajaran bagi siswa, materi, Informasi atau gagasan yang
bersifat paling umum disajikan lebih dahulu dan baru sesudah itu disajikan
materi, informasi atau gagasan yang lebih detail (terdiferensiasi). Prinsip ini
didasarkan pada pandangan Ausubel bahwa cara belajar yang efektif adalah cara
belajar yang mengupayakan adanya pemahaman terhadap struktur dari materi yang
dipelajari.
2) Prinsip rekonsiliasi integrative, yang menyatakan bahwa materi atau
informasi yang baru dipelajari perlu direkonsiliasikan dan diintegrasikan
dengan materi yang sudah lebih dulu dipelajari, sehingga setiap materi yang
baru terkait dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Ausebel
setiap bidang ilmu memiliki srtruktur tersendiri yang jelas. Agar siswa bisa
mempelajari materi pembelajaran suatu bidang ilmu secara efektif, siswa harus
memahami struktur dari bidang ilmu tersebut.
Ciri-ciri
metode ekspositoris :
?
Guru
mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir.
?
Mempersiapkan
pertanyaan.
?
Mempertimbangkan
dimana pertanyaan harus digunakan.
?
Tahapan
mengajar dengan peta konsep.
?
Guru
memberikan informasi melalui ceramah, demostrasi, atau tanya jawab.
?
Siswa
mencatat, menjawab pertanyaan atau tugas.
?
Konsep
sukar melalui proses induktif.
Pada umumnya guru lebih suka menggunakan metode ceramah
dikombinasikan dengan metode tanya jawab. Metode ceramah banyak dipilih karena
mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga,
dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan
cukup di dalam kelas. Popham & Baker (1992 : 79)
menjelaskan
bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian
ceramah yang bersifat formal dan biasanya berlangsung selama 45 menit maupun
yang informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Ceramah tidak dapat
dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian ceramah harus dinilai menurut
tujuan penggunaannya. Lebih lanjut Hasibuan dan Moedjiono (2000:13) mengemukakan bahwa
agar metode ekspositoris efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas,
b) mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa,
c) menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait (advance
organizer),
d) menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan
menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang konkret dan memberikan
umpan balik (feed back), memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi,
e) merencanakan evaluasi secara terprogram.
Dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah harus peka terhadap
respon siswa. Skiner dalam Driscoll (1994 : 30) menjelaskan bahwa diskripsi
hubungan antara stimulan dan respon tidaklah sesederhana yang diperkirakan,
melainkan stimulan yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan
interaksi ini artinya mempengaruhi respon yang diberikan juga menghasilkan
berbagai konsekuensi yang akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Untuk
menciptakan terjadinya interaksi, menarik perhatian siswa dan melatih keterampilan
siswa, metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan metode tanya jawab dan
pemberian tugas. Resitasi atau tugas dapat pula dikerjakan di luar rumah
ataupun di dalam laboratorium.
Menurut Sujadi (1983 : 3), di dalam pembelajaran matematika penggunaan
metode ceramah bermakna dan tanya jawab tersebut masih ditambah dengan
pemberian contoh-contoh berupa gambar-gambar, model bangunan, dan contoh
rumus-rumus beserta penggunaannya. Guru menjelaskan materi dengan bantuan
gambar atau model, untuk mempermudah penanaman konsep bangun datar dan ruang.
Somantri (2001 : 45) membedakan metode ekspositori dan metode
ceramah. Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru tidak
terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian yang
diperlukan, seperti di awal pembelajaran, menjelaskan konsep-konsep dan prinsip
baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan sebagainya. Metode
ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan
informasi dengan lisan atau tulisan.
Menurut Herman Hudoyo(1998 : 133) metode ekspositori dapat meliputi
gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode penemuan dan
metode peragaan. Pentatito Gunawibowo (1998 : 6.7) dalam pembelajaran
menggunakan metode ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada guru.
Dibanding metode ceramah, dalam metode ini dominasi guru sudah banyak
berkurang. Tetapi jika dibanding dengan metode demonstrasi, metode ini masih
nampak lebih banyak4.
Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan
pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan
materi, memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan,
membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal latihan,
mungkin dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan soal latihan
bersama dengan temannya, dan seorang siswa diminta mengerjakan di papan tulis.
Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan
siswa secara individual dan menjelaskan kembali secara individual. Apabila
dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti
penjelasan secara klasikal.
Pendapat David P. Ausebul dalam Pentatito Gunowibowo (1998:6.7)
menyebutkan bahwa metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling
efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya Dimyati dan
Mudjiono (1999:172) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa4. Peranan
guru yang penting yaitu :
1) menyusun program pembelajaran,
2) memberi informasi yang benar,
3) pemberi fasilitas yang baik,
4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar, dan
5) penilai perolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa yaitu:
1) pencari informasi yang benar,
2) pemakai media dan sumber yang benar,
3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.
Dari beberapa pendapat di atas, bahwa metode ekspositoris yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mengombinasikan metode ceramah, tanya
jawab dan pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan guru berupa soal-soal
(pekerjaan rumah) yang dikerjakan secara individual atau kelompok. Adapun hasil
belajar yang dievaluasi adalah luas dan jumlah pengetahuan, keterampilan, dan
nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang
digunakan adalah tes yang telah dibakukan atau tes buatan guru4.
3. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti
serangkaian kegiatan instruksional tertentu. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa
erat kaitannya dengan rumusan instruksional yang direncanakan oleh guru
sebelumnya. Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang
yang belajar yang terjadi karena proses kematangan dan hasil belajar bersifat
relatif menetap, misalnya dati tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Menurut Mudjiono (2000), bahwa hasil dan bukti belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar5.
Menurut Howard Kingsley
(Sudjana, 1989), ada tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang
masing-masing dapat golongan, dapat diisi dengan bahan yang diterapkan dalam
kurikulum sekolah. Benyamin Bloom berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita
capai terdiri dari tiga bidang, yaitu bidang kognitif, bidang afektif, dan
bidang psikomotorik. Setiap kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui
hasilnya, demikian pula dengan pembelajaran untuk mengetahui hasil
kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Pengukuran
adalah suatu usaha untuk mengetahui sesuatu seperti apa adanya, sedangkan
penilaian adalah usaha yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan belajar
dalam penguasaan kompetensi (Haling, 2002).
_____________________
4Herman Hudojo. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta
: Depdikbud. 1998. hlm. 20
5Nana Sudjana. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja
Rosdikarya. 2005. hlm.22
Dengan demikian
pengukuran hasil belajar adalah suatu usaha untuk mengetahui kondisi status
kompetensi dengan menggunakan alat ukur sesuai dengan apa yang diukur,
sedangkan penilaian adalah usaha untuk membandingkan hasil pengukuran dengan
patokan yang ditetapkan.
Pencapaian hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tidaklah
mengherankan apabila hasil belajar dari sekelompok siswa bervariasi. Setiap
siswa dalam sistem pengajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat
mempengaruhi hasil belajarnya, misalnya minat, motivasi, serta kemampuan kognitif yang
dimilikinya. Faktor-faktor lain yang sengaja dirancang dan dimanipulasi
misalnya bahan pelajaran. Guru memberikan pelajaran merupakan suatu faktor yang
sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar siswa6.
Beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, kelas terlihat perbedaan
kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yakni hasil yang telah
dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan
hati yang diperoleh dengan jalan keuletan, baik secara individu maupun secara
kelompok dalam kegiatan tertentu6.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari
dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Menurut Slameto (2003:54-72)
________________________________
6Nurkancana, Wayan & Sunartana. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha
Nasional. 1992. hlm. 33
4. Penelitian Yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah
menelusuri beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan
penelitian yang telah dilakukan
ini. Oleh karena itu peneliti memilih masalah tentang Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar
Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.
5. Kerangka Berfikir
Proses belajar mengajar (PBM) dipandang berkualitas jika berlangsung
efektif, bermakna dan ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses belajar
mengajar dapat dikatakan berhasil jika siswa menunjukkan tingkat penguasaan
yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar yang harus dikuasai dengan sasaran dan
tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru sebagai pendidik bertanggung jawab
merencanakan dan mengelola kegiatan-kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
tuntutan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada setiap mata pelajaran.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa
dapat belajar secara efektif dan efisiensi, mengena pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu strategi yang harus dimiliki oleh guru adalah harus
menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode mengajar.
Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar
yang dipergunakan oleh guru untuk menyajikan pelajaran kepada siswa di dalam
kelas yang diharapkan dapat memotivasi siswa dalam menguasai pengetahuan,
keterampilan, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah dan bersikap.
Berbagai macam-macam teknik mengajar, ada yang menekankan peranan guru yang
utama dalam pelaksanaan penyajian, ada pula yang menekankan pada media hasil
teknologi, ada pula teknik penyajian yang hanya digunakan untuk sejumlah siswa
yang terbatas dan yang tidak terbatas, teknik penyajian di dalam dan di luar
kelas, dan lain sebagainya. Setiap teknik tersebut memiliki ciri khas dan
tujuan tersendiri, sehingga dalam memilih teknik pengajaran harus tetap
bertolak pada tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran serta
kesesuaian materi dengan metode yang diterapkan.
Dengan metode ekspositori, diharapkan siswa
dapat lebih meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran matematika dan dapat memberikan
solusi dalam memahami materi, serta memberikan keaktifan, perhatian, belajar
memecahkan masalah yang dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa
dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar. Dengan demikian diharapkan agar
siswa dapat meningkatkan prestasinya.
6. Hipotesis Tindakkan
Berdasarkan kerangka teoritis, maka hipotesa tindakan dalam penelitian ini
yaitu setelah menggunakan metode ekspositori dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa kelas IV B SDN Cipinang Besar
Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
a) Objek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan. Dengan judul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Ekspositori siswa
kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi”. Bertempatkan di SDN Cipinang
Besar Selatan 15 Pagi, Jl. Cipinang Jaya GG ujung Rt 004/Rw 008 no. 15
Jatinegara, Jakarta Timur. Dilaksanakan pada tanggal 24 Febuari 2012. Nama
kepala sekolah Hj. Sri Rahayu, S.Pd. Posisi sekolah dalam tengah penduduk. Dimana data di peroleh selama proses pembelajaran matematika berlangsung,
Peneliti dibantu satu orang peneliti lain yaitu guru kelas tersebut, dalam melakukan pengamatan selama proses pembelajaran, berupa penerapan metode pembelajaran ekspositori dengan
pemberian tugas dalam pembelajaran matematika di
kelas IV B SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi Jakarta Timur.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi pada siswa Kelas IV B dengan jumlah siswa 23 anak dengan perincian : siswa laki-laki
sejumlah 13 siswa dan siswa perempuan sebanyak 10 siswa. Adapun materi
pelajaran dalam penelitian ini adalah tentang Pecahan (Membandingan pecahan, Menjumlahkan Pecahan dan Mengurangi Pecahan) pada pembelajaran Matematika semester II. Tingkat kecerdasan pada siswa SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi rata-rata tidak sama. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan pada
tanggal 24 Febuari 2012 untuk Siklus I,
dan tanggal 28 Maret 2012 untuk Siklus II. Agar data ini akurat peneliti melakukan penelitian ini dengan cermat agar
tidak ada kesalahan di dalam penelitian ini.
Tabel 1. Adapun waktu penelitian
dibuat table pada kolom dibawah ini :
No
|
Program
|
Tahun 2012
|
|||||
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Pelaksanaan
|
X
|
|||||
2
|
Perencanaan
|
X
|
|||||
3
|
Tindakkan (Proses KBM)
|
X
|
|||||
4
|
Analisis Data
|
X
|
X
|
||||
5
|
Proposal
|
X
|
|||||
6
|
Format Seminar
|
C.
Sumber Data
Sumber data di ambil dari daftar nilai harian
siswa, data penilaian tiap siklus, data observasi dan data informasi dari guru
bidang studi yang relevan.
Tabel 2.
No
|
Nama Siswa
|
Penguasaan Materi
|
||
Betul
|
%
|
Nilai
|
||
1
|
AGUNG PUTRA.
P
|
|||
2
|
AJI SUHENDI
|
|||
3
|
ALIFIAH
RENSSA. P. A
|
|||
4
|
DELAYLA QODDENA. R
|
|||
5
|
DIDI KURNIAWAN
|
|||
6
|
ERLIN TRIANA
|
|||
7
|
FARIS AL MUSTASHIM
|
|||
8
|
ISTIYA JAHARANI
|
|||
9
|
MULKLIS LUKMANSYAH
|
|||
10
|
MUFLIKA JULIYA. K
|
|||
11
|
M. AZIS HIDAYAT
|
|||
12
|
M. FAISAL SAPUTRA
|
|||
13
|
M. SHOFWAN
|
|||
14
|
RAMDHANI
|
|||
15
|
SABILLA PRESCULA. A
|
|||
16
|
SHANIA ALYFIA DANY
|
|||
17
|
SYAKILA CINTA NASYWA
|
|||
18
|
YANTO AGUS SETIONO
|
|||
19
|
M. FADHIL
|
|||
20
|
KIMBERLY AZAHRA
|
|||
21
|
M. RULLY SAIPUL
|
|||
22
|
HADI RIDWAN MAULANA
|
|||
23
|
DIYA FITRIA
|
|||
Penguasaan Materi Secara Klasikal
|
D.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan 6 bulan dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (classroom action research). Penelitian ini terdiri atas dua
siklus dan bergantung pada permasalahan atau hambatan yang ditemukan selama
penelitian berlangsung 6 bulan pada semester 2 dari bulan febuari sampai dengan
juli 2012. Dalam pelaksanaan tindakkan yang dilaksanakan di SDN Ciipinang Besar
Selatan 15 Pagi dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Melalui Metode Ekspositori siswa kelas IV B di SDN Cipinang Besar Selatan 15
Pagi Jakarta Timur”.
Dengan menggunakan metode siklus. Masing-masing
siklus melalui tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
refleksi. Secara umum alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas
ini digambarkan oleh
Kemmis dan Mc Taggart (Kasbollah, 1998/1999 :70) adalah merupakan model pengembangan dari model
Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat
komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan,
(3) observasi, dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus selesai
diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti
dengan adanya perencanaan ulang
yang dilaksanakan dalam bentuk siklus sepiral. Demikian seterusnya, atau
dengan beberapa kali siklus7. Model ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
E.
Keterangan Gambar Siklus
TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Tahap-tahap
yang ditempuh dalam penelitian ini
mencakup:
1) tahap pendahuluan
(pra tindakan), dan 2) tahap tindakan.
1.
Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini guru menginformasikan kepada siswa tentang kegiatan
yang akan dilaksanakan, tujuan dan sasaran kegiatan.
2.
Tahap Tindakan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini
dilakukan sesuai dengan jenis penelitianyang dipilih yaitu penelitian tindakan kelas. Kegiatan penelitian akan melalui dua putaran (Siklus) kegiatan. Setiap siklus terdiri
dari empat fase, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4)
refleksi. Adapun kegiatan-kegiatan dalam siklus dan fase tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Siklus I
Pada siklus ini materi
yang disajikan adalah arti pecahan dan Pecahan sebagai operasi pembagi.
1) Perencanaan
Pada siklus I,
perencanaan tindakan yang dibuat meliputi: a) menyusun rencana pembelajaran, b) menyiapkan buku panduan dengan materi, c) penyiapan lembar penelitian,
e) penyiapan instrumen tes untuk evaluasi pada akhir siklus.
2) Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini dilakukan
kegiatan pembelajaran yang terdiri dari: (a) Penyajian Materi. (b) Kegiatan bertannya jawab.
3) Pengamatan
Pengamatan aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas meliputi antara lain: pelaksanaan
diskusi eksperimen tentang pecahan. Kejadian-kejadian selama proses pembelajaran dicatat
sebagai data yang akan dianalisis.
Tabel 3.
No
|
Komponen Off Task
|
Siklus I
|
|
Jumlah Siswa
|
%
|
||
1
|
Ngobrol
|
5
|
|
2
|
Mengganggu Temannya
|
2
|
|
3
|
Keluar Maasuk Kelas
|
0
|
|
4
|
Melamun/Mengantuk
|
5
|
|
5
|
Mainan
|
1
|
Tabel 4
No
|
Aspek Aktivitas
|
Siklus I
|
|
Jmlh Siswa
|
%
|
||
1
|
Bertanya pada guru
|
5
|
|
2
|
Menjawab pertanyaan guru
|
15
|
|
3
|
Menjawab Pertanyaan dari teman
|
5
|
|
4
|
Memberikan pendapat dalam diskusi
|
4
|
|
5
|
Ketepatan mengumpulkan tugas
|
20
|
4) Refleksi
Setelah melakukan
tindakan dan pengamatan, maka tahap-tahap dalam siklus I diakhiri dengan tahap
refleksi. Peneliti melakukan diskusi dengan pengamat guna membahas hasil pengamatan
pada pelaksanaan tindakan. Dari hasil diskusi tersebut selanjutnya dijadikan
bahan refleksi untuk memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya.
b. Siklus II
Kegiatan pada siklus II dilaksanakan setelah mempelajari refleksi pada
siklus I yaitu bagaimana hasilnya, apa kekurangannya, apa akibatnya dan apa
yang harus dilakukan agar pada siklus II dapat dilakukan tindakan yang lebih
efektif.
1.
Perencanaan
Menindak lanjuti proses pembelajaran
matematika pada siklus ke dua dilaksanakan pada hari Senin, 26 Maret 2012 dan 2
April 2012. Penyusunan
perencanaan siklus ke dua ini di dasarkan
pada hasil belajar siswa . Secara rinci
perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki,
meningkatkan atau merubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi
dari permasalahan-permasalahan. Perlu disadari bahwa perencanaan ini bersifat
fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.
2. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan
tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan,
peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman
pada rencana tindakan. Jenis tindakan yang dilakukan
dalam PTK hendaknya selalu didasarkan pada pertimbangan teoritik dan empirik
agar hasil yang diperoleh berupa peningkatan kinerja dan hasil program yang
optimal.
3.
Observasi
(pengamatan)
Kegiatan
observasi dalam PTK dapat disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data
dalam penelitian formal. Dalam kegiatan ini
peneliti mengamati
hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap
siswa. Istilah observasi digunakan karena data yang dikumpulkan melalui teknik
observasi.
4.
Refleksi
Pada
dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis,
interpretasi terhadap semua informasi yang
diperoleh saat kegiatan tindakan. Setiap informasi yang terkumpul
perlu dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori
atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang
mendalam dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam. Refleksi merupakan
bagian yang sangat penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan
hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang
dilakukan7.
Pada
hakekatnya model Kemmis dan Taggart berupa perangkat-perangkat atau
untaian dengan setiap perangkat terdiri dari
empat
komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi yang dipandang sebagai suatu siklus. Banyaknya
siklus dalam PTK tergantung dari permasalahan- permasalahan yang perlu dipecahkan,
yang pada umumnya lebih dari satu siklus 7.
________________________
7 Rochiati
Wiriaatmadja,Metode Penelitian Tindakan Kelas, hal 68
Hasil Penelitian
a. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 6. Berikut ini tabel jadwal pelaksanaan penelitian :
Siklus
|
Pertemuan
|
Hari / Tanggal
|
Pukul
|
Materi
|
1
|
1
|
Jumat
24 Febuari 2012
|
09:10 -
09:50
|
Arti Pecahan. Pecahan sebagai operasi pembagi.
|
2
|
2
|
Rabu
28 Maret 2012
|
07:00 - 08:00
|
penjumlahan pecahan desimal
|
b. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus.
Masing-masing siklus terdiri dari 1 kali
pertemuan. Alokasi waktu
2x45 menit. Sebelum melakukan kegiatan pada siklus I,
peneliti melakukan tahap perencanaan. Pada tahap ini peneliti
menyususun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tercantum pada
Lampiran1. Hasil penelitian tindakan kelas pada penelitian ini, sebagai
berikut.
a. Pelaksanaan Pembelajaran
Pertemuan 1 dilaksanakan sesuai jadwal
pelajaran matematika di kelas IV SDN Cipinang Besar Selatan 15 Pagi, yaitu pada hari Jumat. 24 Febuari 2012 pukul 09:10 - 09:50WIB sampai dengan pukul
10.15 WIB.
1.
Hasil Observasi
Peneliti dan
observer lain mengamati proses pembelajaran matematika di
kelas menggunakan lembar observasi yang telah disusun dengan
memuat aspek-aspek yang berhubungan dengan metode
pembelajaran eskpositori dengan pemberian tugas
untuk meningkatkan
motivasi belajar matematika siswa.
Pada siklus II,
pengamatan pada pertemuan pertama siswa sudah semakin
terbiasa dengan pemberian tugas dan minat yang
lebih terhadap
pemberian tugas. Selama
pembelajaran berlangsung siswa terlihat
semakin lebih antusias berdiskusi dengan teman sebangku saat mengerjakan
latihan soal, meskipun ada beberapa yang masih terlihat malas
mengerjakan latihan soal. Apabila ada materi yang kurang jelas, siswa lebih
berani untuk menanyakan kepada guru.
Selama
pembelajaran berlangsung pun siswa terlihat semakin lebih antusias
berdiskusi dengan teman sebangku saat mengerjakan latihan soal.
2.
Hasil Wawancara
Berdasarkan
hasil wawancara, siswa tertarik dengan pembelajaran menggukan
metode ekspositori dengan pemberian kuis
pada materi pecahan. Siswa merasa
semakin bersemangat dalam belajar matematika karena mereka
merasa tertantang dengan latihan soal yang diberikan.
Bagi siswa, pembelajaran dengan pemberian tugas dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pecahan. Beberapa siswa kurang menyukai pelajaran
matematika karena mereka
menganggap matematika itu sulit dan tidak menyenangkan.
Sedangkan
sebagian siswa berpendapat bahwa matematika menyenangkan
karena soal latihannya membuat penasaran dalam mencari
penyelesaiannya. Pada pembelajaran matematika materi matriks, siswa
lebih memperhatikan dan keinginan untuk mempelajari matematika
menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dorongan dan motivasi yang
diberikan guru membuat siswa menjadi lebih senang dan tertarik
terhadap matematika, sehingga mendorong mereka untuk belajar
matematika.
Selain itu,
siswa lebih nyaman dan senang karena guru memberikan kesempatan berdiskusi
dengan teman sebangku saat mengerjakan latihan soal dan guru juga memberikan
kesempatan untuk bertanya apabila siswa tidak dapat mengerjakan soal kuis. Guru
lebih bersikap ramah
dan bersahabat sehingga siswa tidak takut untuk bertanya atau
mengerjakan soal di depan kelas.
Pembelajaran
matematika menggunakan metode ekspositori dengan
pemberian tugas matematika, hasil
belajar siswa menjadi lebih
meningkat.
3.
Hasil Observasi dan Evaluasi Siklus I
Hasil belajar (nilai proses dan
nilai produk) pada siklus I adalah (a) nilai rata-rata kelas 49,52 (b) siswa yang tuntas belajar
secara individual sebanyak 6 orang, (c) ketuntasan belajar secara klasikal 59,04%.
Disamping itu, kemampuan siswa
dalam melakukan eksperimen masih kaku, membuat laporan praktek dan
menganalisisnya belum memenuhi harapan. Hal ini terlihat pada nilai proses eksperimen
rata-rata kelasnya 40 masih di bawah 60. Siswa yang memperoleh nilai eksperimen di bawah nilai KKM
terdapat 62,5%.
Dalam diskusi kelompok masih
terlihat hanya beberapa orang saja yang aktif sedangkan yang lainnya ada yang
pasif bahkan satu-dua orang masih terlihat mengobrol sesama kawan. Pada diskusi
kelompok ini belum terlihat adanya tanya-jawab seperti yang harapkan. Hal ini
juga terlihat pada nilai diskusi kelompok yang diperoleh para siswa masih rendah
yaitu rata-rata kelasnya 40. Pada siklus ini juga terlihat siswa belum bisa mengerti pecahan untuk mengungkapkan refleksi diri. Sehingga saat melakukan presentasi
terlihat beberapa siswa agak gugup. Hal ini tercermin dari rata-rata kelas
nilai proses 40.
1. Refleksi Siklus I
Sesuai hasil observasi dan hasil evaluasi, ada
beberapa catatan penting selama siklus I yaitu: (1) Dalam kegiatan pembelajaran
yang bertatanan kontekstual, sudah diusahakan untuk memenuhi ke tujuh komponen
tersebut agar selalu muncul dalam proses pembelajaran. Tetapi pada pertemuan
pertama, komponen/kegiatan refleksi diri belum muncul karena penggunaan waktu
yang kurang efisien. (2) Dalam kegiatan mengerjakan tugas sebagian siswa belum
mampu menguasai konsep pecahan secara mendetail, sebagian siswa hanya mengungkapkan
sebagian konsep pecahan yang ada dalam buku paket, dan sebagian belum mengerti
cara mengungkapkan refleksi diri dalam bentuk narasi. (3) Siswa masih kurang
aktif sehingga nilai proses pembelajaran belum menunjukkan adanya keberhasilan
pembelajaran. (4) Sebagian besar siswa ada yang mengeluh pada saat melakukan mengerjakan
tugas, sebab mereka merasa tidak mudah berinspirasi jika
terburu-buru. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya perubahan waktu
kegiatan pengerjaan tugas pada siklus tindakan berikutnya. Pada siklus ke II,
siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan tugas di rumah, kemudian hasilnya
dipresentasikan di sekolah.
2. Hasil Observasi dan Evaluasi Siklus II
Hasil
belajar (nilai proses dan nilai produk) pada siklus II adalah: (a) nilai
rata-rata kelas 70, (b) siswa yang tuntas belajar secara individual
sebanyak 21 orang dan (c) ketuntasan belajar secara klasikal
100%. Jika dihubungkan dengan indikator atau ukuran keberhasilan, maka angka
100% berarti ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai, karena semua
siswa telah mencapai KKM 65.
Disamping itu, kemampuan siswa melakukan pengerjaan tugas sudah memenuhi harapan. Semua siswa sudah terampil
melakukan soal pecahan. Nilai rata-rata
kelas telah mencapai 70. Nilai eksperimen siswa menunjukkan 100% siswa
dapat tergolong tuntas atau memenuhi kriteria keberhasilan dalam proses
pembelajaran pada siklus II.
Dalam penyampaian soal untuk di presentasi siswa telah menguasai dengan baik. Hal ini
tercermin dari nilai rata-rata kelas untuk soal pecahan 70 dan yang memperoleh nilai dari presentasi lisan
sebanyak 15 orang.
3. Refleksi Siklus II
Sesuai
hasil observasi dan hasil evaluasi, ada beberapa catatan penting selama siklus
II, yaitu: (1) Seluruh siswa mempunyai nilai hasil produk yang sudah mencapai
kriteria ketuntasan minimum pembelajaran. (2) Kemampuan siswa dalam melakukan
eksperimen telah menunjukkan hasil yang baik, hal ini terlihat seluruh siswa
(100%) memperoleh nilai di atas 70. (3) Dalam diskusi kelompok sudah menunjukkan suasana
yang kondusif, semua peserta telah aktif berbicara untuk mengeluarkan
pertanyaan, ide, pertanyaan atau pun jawaban. Keberhasilan peserta didik dalam
kegiatan diskusi ini dapat dilihat dari nilai proses pembelajaran untuk diskusi
kelompok dan presentasi lisan semuanya di atas 70. (4) Kemampuan kognitif (produk) siswa mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II (dari nilai rata-rata kelas = 50 menjadi 70). (5) Telah terjadi peningkatan nilai keterampilan
proses dari siklus I ke siklus II (dari nilai rata-rata kelas 50 mejadi 70).
Hasil
belajar secara lengkap pada siklus I dan II disajikan dalam grafik sebagai
berikut:
Grafik
hasil belajar siswa (nilai proses-nilai produk-nilai akhir).
Grafik Perbandingan Hasil Belajar
4. Hasil Analisis Respons Siswa
Hasil analisis mengenai respons siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori diketahui
bahwa skor rata-rata sebesar 70% termasuk dalam kategori respon yang positif atau
berada pada skala sikap sangat setuju.
5.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang
dilaksanakan di SDN CBS 15 Pg ini memiliki keterbatasan-keterbatasan
sebagai berikut.
1.
Materi yang dipelajari pada setiap siklus berbeda
meskipun pada pokok bahasan yang sama yaitu materi pecahan.
Hal ini memungkinkan pemahaman siswa terhadap materi berbeda-beda, mungkin pada
siklus II tingkat pemahaman siswa lebih tinggi daripada siklus I, atau
sebaliknya.
2. Latihan soal
tidak dibahas semua, karena keterbatasan
waktu. Waktu juga terpotong untuk
mengerjakan kuis.
3.
Pelaksanaan pembelajaran agak terganggu karena
adanya waktu istirahat di sela-sela
pembelajaran.
4.
Hal ini mengakibatkan konsentrasi siswa menurun
dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangkitkan konsentrasi mereka
kembali terhadap pembelajaran.
mohon maaf, apakah boleh konten ini dihapus?
BalasHapusapakah blog ini masih aktif?
BalasHapus